Bersama Novela, hadir pula ke Komnas HAM Ketua Dewan Pimpinan Cabang Partai Gerindra, Deiyai, Paniai, Papua, Martinus Adi. Ia mengaku kecewa karena masyarakat Papua tidak diperlakukan sama untuk urusan pemilihan umum (pemilu). Hal tersebut kata dia terlihat dari proses pemilihan presiden (pilpres) 2014 di Papua yang tidak patut.
Martinus Adi mengatakan ia dan Novela bersaksi di Mahkamah Konstitusi (MK) terkait gugatan Prabowo Subianto- Hatta Rajasa, tidak untuk mempermasalahkan hasil, namun proses yang tidak benar.
"Kami tidak persoalkan soal angkat. Kita ini negara merdeka, sekitar 43 tahun Papua berintegrasi, semua orang Papua mengikuti pemilihan, tidak ada satu dusun pun yang tidak ikut," kata Martinus.
Namun pada pilpres 2014 yang pencoblosannya dilaksanakan pada 9 Juli lalu, tak ada Tempat Pemungutan Suara (TPS) di kampung halaman Novela. Hal itu pun membuanya kecewa, karena masyarakat Papua menurutnya harus diperlakukan sama seperti masyarakat di wilayah lain, termasuk soal proses pemilu.
"(Keterangan ini) Sesuai yang kami dengar dan kami rasa. Kami tidak didoktrin, tidak dipengaruhi," ujarnya.
Tidak Persoalkan Suara
Natalius Pigai menyebutkan kesaksian Novela Nawipa terkait gugatan pasangan Prabowo Subianto - Hatta Rajasa, telah dipolitisasi. Salah satunya dengan menyebut Novela mengalami intimidasi.
Natalius menyebutkan yang dipermasalahkan Novela dalam kesaksiannya Selasa lalu (12/8), tidak pernah mempermasalahkan hasil pemilihan presiden (pilpres) di Papua.
"Yang dipersoalkan itu tahapan pemilunya, bukan hasilnya. Seperti contohnya sosialisasi, pelatihan, dan macam macam lagi, itu semua harus dijalankan," kata Pigai.
Sebelum Novela datang ke kantor Komnas HAM, Natalius pun sempat menyampaikan perempuan Papua itu mendapat intimidasi.
Ia juga menyinggung soal pemberitaan media yang menyebut Novela sebagai gadis yang berasal dari pegunungan. Padahal menurutnya Hawabutu tempat Novela tinggal adalah pusat kota Painai Utara. Di tempat tinggal Novela ada kantor bupati, dinas pemerintah hingga bandar udara.
"Sepertinya media yang misinterpretasi. Saya kira setelah hari ini jangan lagi Novela dimuat, jangan (lagi) tokoh politik membicarakan Novela," terangnya.
Ia juga menghimbau saudara-saudaranya di tanah Papua, untuk menerima Novela sebagai mana mestinya saat nanti perempuan tersebut pulang ke kampung halamannya.
"Biarkan dia menjadi diri sendiri, jangan terlalu mencibir dia. Kalau di media sosial ada plus-minus, itu reaksi sosial biasa," katanya.
Sebelumnya diberitakan Tribun, Polda Papu juga mengaku tidak mengetahui adanya intimidasi dan perusakan terhadap rumah Novela. (Baca: Pagar Rumah Novela Dirusak Sebelum Pilpres Bukan Usai Bersaksi di MK)
(NURMULIA REKSO PURNOMO)