TRIBUNNEWS.COM, SURABAYA - Menjelang Muktamar Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Minggu (31/8/2014) di Surabaya, sejumlah Kiai Sepuh Jatim memperingatkan Ketua Umum DPP PKB Muhaimin Iskandar alias Cak Imin.
Mereka mengaku kecewa dengan kepemimpinan Cak Imin selama memimpin PKB. Padahal keponakan Gus Dur ini merupakan figur terkuat yang diperkirakan kembali memimpin PKB untuk lima tahun mendatang.
Rois Syuriah PWNU Jatim, KH Miftahul Achyar mengatakan, PWNU mendapat laporan dari sejumlah Kiai yang menjadi pengurus Dewan Syuro PKB. Baik di Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) maupun di Dewan Pimpinan Pusat (DPP). Mereka mengaku kecewa dengan gaya kepemimpinan Cak Imin dalam memimpin PKB, partai yang didirikan dan dilahirkan NU.
"PKB sering melenceng dan tidak sejalan dengan NU. Inilah yang harus diperbaiki agar PKB kembali ke nilai-nilai NU," tegasnya, Minggu (24/8/2014).
Menurut Pengasuh Ponpes Miftahus Sunnah Surabaya ini, keluhan para Kiai yang menjadi pengurus Dewan Syuro PKB terhadap partai berlambang bumi dengan bintang sembilan ini, antara lain, sepak terjang para pengurus DPP PKB yang dinilai mulai meninggalkan Dewan Syuro. Tak pernah diajak rapat dan diundang oleh petinggi PKB untuk mengambil kebijakan. Urusan surat menyurat juga tidak pernah dilibatkan.
"Mereka (para Kiai) sambat, DPP sudah meninggalkan fungsi kiai di Dewan Syura. Inilah yang harus diluruskan, karena bagaimanapun juga PKB dilahirkan oleh para Kiai NU," tandas Kiai Sepuh ini.
Padahal untuk memperoleh suara dan mendongkrak perolehan suara dalam Pemilu, para petinggi PKB tidak bisa dilepaskan dari peran penting para kiai. Bahkan tak jarang, gambar para Kiai di Dewan Syura dipasang di spanduk agar memperoleh dukungan kepada warga Nahdliyin.
Untuk itu, ke depan, pihaknya sangat berharap PKB akan kembali sejalan dengan para Kiai NU. Hal itu dinilai penting, agar keberadaan partai benar-benar efektif sebagai alat perjuangan NU. Jika pimpinan DPP PKB tetap abai, para Kiai sepakat untuk melakukan evaluasi dukungan politiknya terhadap PKB.
"Di NU, syuriah adalah pengontrol, pengendali dan pengarah (pemilik). Karena itu PKB tak boleh beda dengan NU dalam hal-hal pokok. PKB hanya pinjam pakai warga Nahdliyin sehingga harus dijaga. Kalau sistem dan karakternya berbeda dengan NU, maka NU akan kembali kebobohan dandan-dandan (cuci piring)," beber KH Miftah.
Agar hal itu tak terjadi, NU, kata KH Miftah harus membicarakan tentang hal ini, khususnya kepada PKB maupun partai lain yang konstituennya banyak berasal dari warga Nahdliyin. Tujuannya, agar NU tetap dijunjung tinggi sebagai main stream.
"Ingat keputusan Kemitraan Strategis antara NU dan PKB oleh PBNU dan PWNU se-Indonesia di Jakarta pada 13 Januari 2002. Anggaran Dasar PKB merujuk pada Anggaran Dasar NU, visi PKB adalah visi NU. Kalau perlu lihat pedoman khitmad PKB-NU," imbuhnya.