TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA --- Wakil Presiden terpilih sekaligus mantan Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Golkar, Jusuf Kalla, (JK), mengaku tidak bisa memaksa Partai Golkar untuk mendukung pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) - JK. Ia pun cuek jika hingga kini Partai Golkar bersikukuh untuk menjadi oposisi.
"Tidak bisa dipaksa, kalau tidak mau ya sudah," kata JK di kantor Dewan Masjid Indonesia (DMI), Jalan Surabaya, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (28/8/2014).
Partai Golkar yang kini dipimpin Aburizal Bakrie atau Ical, mendukung Koalisi Merah Putih yang mengusung pasangan Prabowo Subianto - Hatta Rajasa. Sejumlah kader partai yang nekad mendukung Jokowi - JK pun dipecat, hingga akhirnya keputusan itu menimbulkan konflik internal.
Pascakeputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada 23 Juli lalu yang memenangkan pasangan Jokowi - JK, konflik internal pun makin memanas. Kader yang tidak terima mengusung wacana percepatan Musyawarah Nasional (Munas) IX, mereka berusaha agar Munas digelarkan Oktober tahun ini, karena pada saat itu Ical sudah genap menjabat selama lima tahun. Menurut Anggaran Dasar / Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) partai, ketua umum harus di ganti setiap lima tahun. Namun kubu pendukung
Kubu yang berharap Munas IX digelar Oktober ini juga berharap dalam perhelatan itu soal dipilih ketua umum baru dan dukungan partai terhadap Koalisi Merah Putih. Ical sendiri dalam beberapa kesempatan menegaskan bahwa hasil Munas VIII pada 1998 lalu, merekomendasikan agar Munas digelar 2015.
Pada Senin lalu (25/8), Ical juga mengumpulkan 30 Ketua Dewan Pimpinan Daera (DPD) Partai Golkar, di kediamannya di Jalan Mangunsarkoro, Menteng, Jakarta Pusat. Para ketua DPD adalah pemegang hak suara percepatan Munas IX, dan dari hasil pertemuan di kediaman Ical diketahui sebagian besar mendukung Munas IX yang digelar pada 2015 mendatang.