TRIBUNNEWS.COM - Pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla akan dihadapkan pada masalah pangan yang dinilai kian krusial. Banyak pekerjaan rumah yang harus dibenahi Jokowi, di sektor pangan.
Benny Pasaribu, Sekretaris Jenderal Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) menyebut, satu hal yang mesti diperbaiki adalah komitmen pemerintah untuk melindungi petani dari serbuan produk pangan impor.
Karena itu, Benny menyarankan agar produktivitas petani domestik mesti digenjot dan didukung baik oleh politik anggaran, regulasi maupun riset serta teknologi tepat guna.
"Sudah jelas, pemerintahan Jokowi, seyogyanya mampu melakukan perlindungan kepada petani dari produk impor dan persaingan tidak sehat. Karena itu semua telah melemahkan petani kita," kata Benny dalam keterangan pers yang diterima seusai berbicara dalam diskusi bertajuk," Membaca Arah Politik Pangan di Era Pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla,"di Jakarta, Rabu (17/9/2014).
Benny menyatakan rasa syukurnya atas hal kedaulatan pangan menjadi prioritas pemerintahan Jokowi. Untuk itu, kata Benny, setidaknya ada lima strategi dasar yang harus dilakukan.
Lima strategi itu antara lain, pengembangan usaha tani berbasis agrobisnis dan agroindustri, peningkatan produktivitas dan kesejahteraan petani, revitalisasi dan penguatan kelembagaan petanu, pengembangan teknologi tepat guna berbasis kearifan lokal melalui revitalisasi dan penguatan lembaga riset serta pembangunan infrastruktur pertanian dan pedesaan.
"Strategi dasar itu harus mencapai sasaran kebijajkan di level petani, lahan, infrastruktur,teknologi, industri, benih dan kelembagaan," kata Benni.
Benni juga menyarankan, pemerintahan Jokowi segera menyiapkan infrastruktur pendukung pertanian, misalnya membangun 25 waduk baru dan saluran irigasi baru untuk 3 juta hektar serta mencetak sawah baru seluas 1 juta hektar.
Reformasi agraria juga mutlak dilakukan. Hal ini penting untuk memperbesar akses petani terhadap lahan pangan baru yakni seluas 9 juta hektar.
"Saya yakin, kalau pemerintahan Jokowi-JK berkomitmen penuh, bisa mencapai swasembada pangan dalam waktu 2 tahun, selambatnya di tahun 2017," katanya.
Swasembada itu kata Benni termasuk beras, jagung, gula, sagu, singkong, kentang, rumput laut, daging dan ikan yang saat ini masih dilakukan impor. Kementerian Pertanian, harus bisa mewujudkan itu, swasembada pangan dan menghilangkan ketergantungan akan impor pangan.
"Kita harusnya mengurut dada, nasib petani selalu termarginalkan," katanya.
Faktanya, ketimpangan kesenjangan kian menganga. Sementara 60 persen penduduk tinggal di pedesaan, dan 70 persen di antaranya berprofesi sebagai petan. Di sisi lain, sektor pertanian hanya menyumbang 13,6 persen PDB.
"Persoalan kita, produksi dan produktivitas pertanian meningkat tapi lebih lambat dari pertumbuhan konsumsi. Kegalauan kita, seolah-olah masalah pangan kita tergantung impor. Seolah-olah jawabannya harus impor. Kita galau, kok solusinya impor. Saya kira ini yang kita tantang dari pemerintahan Jokowi untuk meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan petani dalam negeri," katanya.