TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengangkatan konglomerat yang tak lain bos Bank Mayapada Dato' Sri Tahir sebagai penasihat panglima TNI bidang kesejahteraan prajurit dianggap hal aneh dan baru kali ini terjadi dalam sejarah TNI.
"TNI adalah organisasi khusus yang disusun untuk melaksanakan tugas-tugas tempur, sehingga tidak mengenal istilah 'penasihat', menasihati apa? Siapa yang dinasihati? Istilah yang baku sesuai aturan dan kebiasaan adalah staf ahli, staf umum atau asisten (sesuai UU TNI maupun Perpres yang ada," tegas Wakil Ketua Komisi I DPR-RI, TB Hasanuddin dalam keterangan pers secara tertulis, Jumat (19/9/2014).
Kesejahtraan TNI Tubagus Hasanuddin memastikan, adalah tanggung jawab negara, dan anggarannya diatur atau dialokasikan melalui APBN dan didistribusikan sesuai aturan perundang undangan.
"Jadi, tak perlu seseorang atau badan penasihat untuk kesejahtraan prajurit. Yang dibutuhkan adalah kebijakan politik negara untuk mengalokasikan anggaran tersebut," mantan Sekretaris Militer ini menegaskan.
TB Hasanuddin mengingatkan agar Panglima TNI jangan menabrak perundang-undangan yang ada dalam membuat kebijakan.
"Sekali lagi pertanyaannya, menasihati siapa? Dan apa yang akan dinasihatkan? Kalau menasihati urusan kesejahtraan prajurit melalui kegiatan bisnis? Bisnis TNI pun juga sudah dilarang oleh UU TNI No 34/2004," pungkas politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu.
Sebagaimana diketahui, Panglima TNI Jenderal TNI Moeldoko dikabarkan telah mengangkat Konglomerat dan bos Bank Mayapada, Dato' Sri Prof. Dr. Tahir MBA sebagai penasihat untuk membantu mengurusi kesejahteraan prajurit TNI.
Upacara pengangkatan Tahir sebagai Penasehat Panglima TNI Bidang Ekonomi dan Kesejahteraan Prajurit itu dilakukan di Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, Kamis (18/9/2014) pagi. Moeldoko dan para petinggi TNI hadir di lokasi.