Vonis tersebut dijatuhkan lantaran majelis hakim menyatakan, Anas Urbaningrum selaku terdakwa terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara berlanjut dan tindak pidana pencucian uang secara berulang kali.
Anas sendiri tampak menampilkan ekspresi wajah dingin saat mendengarkan pembacaan vonis oleh majelis hakim yang diketuai Haswandi tersebut. Dia terlihat terus mencatat poin-poin yang dibacakan majelis hakim secara bergantian.
Dalam perkara, Anas dijerat menggunakan Pasal 11 huruf (a) Undang-Undang (UU) Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP. itu sebagaimana dakwaan kesatu subsider Jaksa KPK.
Adapun dalam perkara pencucian uang, Anas dijerat melanggar Pasal 3 Undan-Undang Nomor 8 tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP dan Pasal 3 huruf C Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 25 Tahun 2003 tentang pemberantasan TPPU.
Lebih lanjut, Anas juga dijatuhi hukuman uang pengganti sebesar Rp57 miliar lebih atau tepatnya Rp 57.590.330.580 dan lebih dari 5 juta dolar AS atau tepatnya 5.261.070 dolar AS.
"Apabila tidak bayar uang pengganti dalam waktu satu bulan setelah putusan pengadilan punya kekuatan hukum tetap maka harta benda disita jaksa penuntut umum dan dilelang untuk menutupi kekurangan. Kalau harta benda tidak mencukupi diganti pidana penjara dua tahun,' kata Ketua Majelis Hakim Haswandi.
Sementara soal tuntutan JPU KPK pencabutan hak politik yaitu hak untuk dipilih terhadap Anas, majelis hakim tidak mengabulkannya. Pasalnya majelis hakim menganggap, hak untuk dipilih itu merupakan hak publik. Sehingga publik sendiri yang akan menentukan apakah akan memilih seseorang atau tidak.
Diketahui, sempat terjadi dissenting opinion atau perbedaan pendapat di antara majelis hakim yaitu Anggota Hakim Anggota, Hakim Slamet Subagiyo dan anggota hakim 4, Joko Subagiyo. Dissenting opinion menyangkut tindak pidana pencucian uang. Hakim Slamet dan Hakim Joko berpendapat Jaksa KPK tak memiliki wewenang melakukan penuntutan terkait tindak pidana pencucian uang