Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ferdinand Waskita
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Tiga fraksi PDIP, Hanura dan PKB tetap memilih opsi Pilkada langsung dibawa ke paripurna. Anggota Komisi II DPR dari Fraksi PDIP Yasona Laoli mengatakan Indonesia menganut sistem pemerintahan presidensial. Sehingga selaras dengan hal tersebut Gubernur, Bupati dan Walikota sepatutnya dipilih rakyat.
"Tidak saling menjatuhkan, dan tercipta prinsip chek and balances," kata Yasona dalam rapat pandangan mini fraksi di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (24/9/2014).
Yasona mengatakan pilkada langsung merupakan wujud demokrasi yang menjamin hak dan kewajiban untuk terlibat dalam mengambil keputusan politik secara bebas.
Sementara, Anggota Komisi II dari PKB Abdul Malik Haramain mengatakan dengan pilkada langsung maka kepala daerah memiliki hubungan dengan rakyat.
"Kita tetap mempertahankan pilkada langsung. PKB juga menginginkan agar pilkada lebih efisien tahun 2015 atau 2018 berlangsung secara serentak," ungkapnya.
Selain itu, PKB mengusulkan agar ambang batas pilkada dinaikan dari 15 persen ke 20 persen sehingga legitimasi semakin kuat.
"Kami setuju incumbent harus dibatasi. Larangan 6 bulan sebelum hari H dilarang menerbitkan kebijakan strategis," tuturnya.
Sedangkan anggota Komisi II dari Fraksi Hanura Yani Miryam tetap meminta Pilkada langsung. "Pilkada lewat DPRD pada masa orde baru adalah sebuah langkah kemunduran. Bentuk kemunduran, rakyat tidak memberikan mandat langsung terhadap kepala daerah,"ujarnya.
Yani mengatakan ekses negatif dari Pilkada langsung masih dapat diperbaiki. Yani menuturkan dapat dilakukan dengan penghematan biaya kampanye seperti dialog terbatas.
"Sementara biaya mahal, korupsi dan konflik sosial, tidak berkolerasi dengan sistem pemilu. Biaya mahal kalau elit bermasalah dan miskin moral," katanya.