TRIBUNNEWS.COM, BLITAR - Suasana sepi tampak di kediaman Sriati, ibunda mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum di Dusun Sendung RT 06/RW 01, Desa Ngaglek, Kecamatan Srengat, Kab Blitar, Jawa Timur, Rabu (24/9/2014).
Anas menjalani vonis kasus dugaan korupsi proyek pembangunan Proyek Pusat Pendidikan, Pelatihan, dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) di Bukit Hambalang, Bogor, pada hari serupa.
Berdasarkan pantauan Surya (Tribunnews.com Network), kediaman Sriati kosong, tanpa penghuni. Para tetangganya pun tidak mengetahui keberadaan si empunya rumah. Seorang tetangga menduga, Sriati pergi ke Jakarta untuk memberi dukungan kepada Anas, anaknya yang duduk di kursi pesakitan sebagai terdakwa.
Agus Nasrudin, kakak Anas, mengatakan keluarga berangkat ke Jakarta untuk mendukung Anas mengikuti persidangan Anas. "Keluarga ke Jakarta, mendukung Anas," ujar Agus.
Adapun kediaman Anas di Jalan Teluk Langsa dan Jalan Selat Makassar C9/22 di Duren Sawit Jakarta Timur, tidak ada aktivitas di dua rumah Anas yang sudah disita Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tersebut. Begitupun di bekas markas ormas Perhimpunan Pergerakan Indonesia (PPI). Keluarga Anas mulai jarang tinggal di rumah tersebut menjelang vonis.
Istri Anas Urbaningrum, Atthiyah Laila dan tiga anaknya tak lagi tinggal di rumah tersebut sejak Anas ditahan, 10 Januari lalu. Hanya tersisa beberapa bendera PPI yang belum diturunkan.
Majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta membacakan amar putusan Anas. Anas mengatakan ia hanya menunggu putusan hakim. Ia tak mau membocorkan apakah akan mengajukan banding atau tidak atas vonisnya. "Vonis saja belum. Prinsipnya keputusan yang adil ialah yang sesuai fakta," kata dia.
Dia juga tak ada persiapan apa pun menghadapi putusan, termasuk tuntutan mencabut hak politiknya. "Ya, kita lihat saja nanti," ujarnya.
Anas Urbaningrum mengatakan siap mendengarkan putusan majelis hakim yang akan dia terima.
"Saya datang berharap diadili, bukan dihakimi apalagi dijaksai. Jadi diadili itu betul-betul berdasarkan fakta-fakta di persidangan. Selebihnya kita tunggu putusan majelis hakim, kita hargai putusan ini," ujar Anas, sebelum memasuki.
Anas menggunakan kemeja putih lengan panjang mengibaratkan sidang pembacaan putusannya ini sebagai tes sekolah. Anas dan Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai murid yang mengikuti tes, sedangkan majelis hakim adalah guru yang memberi tes.
Anas mengakui, kesiapannya mengikuti sidang makin matang karena mendapat dukungan dari keluarga, sahabat, teman, kader Perhimpunan Pergerakan Indonesia, dan kader Himpunan Mahasiswa Islam (HMI).
"Alhamdulillah itu jadi tambahan energi spriritual dan mental buat saya," kata Anas.
Anas berharap hakim mengadilinya dengan fakta-fakta yang ditemukan dalam persidangan. "Pengadilan pada hakikatnya adalah yang merujuk pada fakta persidangan," kata Anas.
Pantauan Tribunnews.com, ruang sidang tampak dipenuhi pengunjung, umumnya simpatisan Anas. Mereka mengenakan kaos putih dengan sablon bertulis slogan dukungan "bebaskan Anas demi keadilan."
Jaksa KPK menuntut Anas dengan pidana 15 tahun penjara. Jaksa juga meminta hakim agar mengukum Anas membayar denda Rp 500 juta subsider pidana 5 bulan kurungan. Jaksa juga menuntut agar Anas membayar uang pengganti atas kerugian negara sebesar Rp 94,18 miliar dan 5.261.070 dolar AS. Dengan ketentuan apabila tidak dibayar selama 1 bulan sesudah berkekuatan hukum tetap, harta bendanya akan disita negara dan dapat dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut. Apabila harta bendanya tidak mencukupi, diganti dengan pidana penjara selama 4 tahun.
Jaksa juga menuntut Anas dihukum pidana tambahan, yakni pencabutan hak politik berupa pencabutan hak untuk dipilih dan memilih dalam jabatan publik. Jaksa pun menuntut pula pidana tambahan berupa pencabutan izin usaha pertambangan atas nama PT Arina Kotajaya seluas 5-10 ribu hektare di 2 kecamatan, Bengalon dan Kongbeng, Kutai Timur, Kalimantan Timur.
Saat ditanyai wartawan terkait isu keterlibatannya pada kasus dugaan korupsi Hambalang, dalam satu kesempatan 9 Maret 2012, Anas sesumbar. Mantan Ketua Umum Pengurus Besar Himpunan Hamasiswa Islam (HMI) itu mengatakan siap digantung di atas tugu Monumen Nasional (Monas) andai terlibat dalam kasus korupsi proyek Hambalang.
"Yakin (tidak terlibat kasus Hambalang). Kalau ada satu rupiah saja Anas korupsi Hambalang, gantung Anas di Monas," ujar Anas saat diwawancarai wartawan usai menyampaikan sikap Partai Demokrat menanggapi kenaikan harga bahan bakar minyak di Kantor Demokrat, Jalan Kramat Raya 146, Jakarta Pusat.
Anas ditetapkan KPK sebagai tersangka, dan surat perintah penyidikan (sprindik) diterbitkan 22 Februari 2013. Setahun kemudian, tepatnya 10 Januari 2014, Anas ditahan KPK.
Anas sudah lima bulan menjalani sidang sejak lima bulan. Menjelang vonis, kemarin, Anas berusaha mengelak saat disinggung mengenai pernyataannya ketika belum ditetapkan sebagai tersangka kasus Hambalang, yang menyatakan siap digantung di Monumen Nasional bila terbukti korupsi 1 rupiah sekalipun.
"Siapa yang bilang? Kembalikan ke fakta persidangan, tidak ada sebiji sawi pun terkait Hambalang," kata Anas saat akan menghadiri sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta.(surya/tribunnews/edf/wah)