TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kekalahan Koalisi Indonesia Hebat dalam mengisi kursi pimpinan MPR menegaskan rendahnya kualitas dan keterampilan berpolitik pendukung Joko Widodo dan Jusuf Kalla. Demikian disampaikan Ketua SETARA Institute Hendardi melalui pesan singkat, Rabu (8/10/2014).
"Apalagi, Koalisi Indonesia Hebat juga kalah dalam pemilihan pimpinan DPR salah satu penyebabnya adalah sikap "gede rasa" KIH dengan kemenangan Jokowi-JK dan melupakan konstituen, relawan, dan masyarakat sipil dalam proses politik di parlemen," kata Hendardi.
Menurut Hendardi, KIH semakin berjarak dengan kelompok kritis yang selama ini mengawal dan mendukung kemenangannya dalam Pilpres.
Kalau KIH bisa membawa keluar suksesi kepemimpinan di DPR dan MPR sebagai diskursus publik dan partisipasi berkualitas, kata Hendardi, semestinya KIH bisa kembali mengulang kemenangan.
"Kanal komunikasi publik ini yang semestinya dibangun untuk memperoleh dukungan, meski secara formal publik tidak memiliki hak suara dalam pengambilan keputusan. Ini pelajaran penting bagi KIH dan Jokowi-JK," tuturnya.
Ia mengatakan KIH juga terlalu percaya diri dengan dukungan PPP dan DPD yang sebenarnya belum teruji soliditasnya. Pasalnya, tutur Hendardi, mereka bukanlah mitra koalisi yg strategis, seperti PKB, Nasdem, dan Hanura.
"PDIP juga diam-diam menghendaki voting setelah mendapat dukungan PPP dan DPD, padahal gagasan untuk musyawarah mufakat semestinya tetap menjadi pilihan yang diutamakan," imbuhnya. "Setelah ada dukungan DPD dan PPP, KIH juga sama nafsunya untuk berkuasa seperti KMP."
Usai pemilihan pimpinan DPR, DPD, dan MPR, Hendardi mengatakan kini saatnya bekerja dan publik akan mengawasi kinerja parlemen dalam membangun bangsa.
"Jangan pernah sedikitpun berniat dan bertindak mengembalikan iklim demokrasi yang sudah diraih. Apalagi berpikiran mengubah sistem pemilihan presiden dari langsung menjadi tidak langsung," ungkapnya.