TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat Politik dari Universitas Padjadjaran, Idil Akbar punya analisis soal kelemahan Koalisi Indonesia Hebat (KIH) dalam pertarungan politik di parlemen.
Idil menyebut, kemampuan lobi Puan Maharani yang dipercaya jadi dirijen politik kekuatan KIH di parlemen masih perlu diasah.
Kekalahan KIH dalam beberapa pertarungan politik di parlemen, kata Idil, tak lepas dari masih lemahnya kemampuan lobi dari Puan.
"Saatnya Jokowi untuk mengambil alih itu dan menjadi pemimpin negosiasi dan lobi. Saya kira kekalahan KIH dari Koalisi Merah Putih (KMP) di parlemen tidak hanya persoalan lemahnya komunikasi politik yang dibangun KIH, tetapi juga lemahnya konsolidasi internal KIH sendiri terhadap realitas politik di parlemen," kata Idil Akbar, dalam keterangan yang diterima dan sudah dikonfirmasi Tribunnews.com, Minggu (12/10/2014).
Adapun soal lemahnya komunikasi politik yang dibangun KIH, kata Idil, sebetulnya bersumber dari kekurangmampuan menentukan komitmen politik KIH dengan parpol lainnya, terutama terhadap agenda politik di parlemen.
Idil menganilisis, di situlah Puan seharusnya bisa memainkan peran sebagai juru lobi ulung. Hanya, Idil menambahkan, kekurangulungan membuat lobi-lobi yang dilakukan tak berujung kesepakatan. Meski begitu, Idil menyebut, sejumlah kebuntuan tersebut tak bisa dibebankan semua pada Puan.
"Kegagalan lobi ini juga tak sepenuhnya tepat dibebankan pada Puan, sebab kerja lobi haruslah integratif. Belum lagi bisa jadi Puan tak bisa memutuskan sendiri setiap keputusan politik yang diambil dan harus dikoordinasikan dengan elite yang lebih tinggi otoritasnya," kata dia.
Karena itu, Idil menyarankan sebaiknya Jokowi yang dominan melobi. Apalagi, ujar Idil, Jokowi punya kemampuan untuk itu.
"Contohnya, ia berhasil bertemu satu meja dengan para pimpinan lembaga tinggi negara. Karena itu ke depan, sebaiknya Jokowi yang jadi panglima lobi. Toh, nantinya Jokowi lah yang akan secara langsung berhadapan dengan realitas politik tersebut. Jokowi memang semestinya mengambil peran penting di dalam menjembatani kepentingan politik di parlemen khususnya antara KIH sebagai pendukung pemerintah dan KMP," tuturnya.
Menurut Idil Akbar, respon Jokowi memang dibutuhkan untuk bisa menjembatani komunikasi antarparpol dari masing-masing kubu di parlemen.
"Apalagi Jokowi adalah presiden. Ini juga sangat penting untuk menghapus stigma negatif yang selalu dilekatkan ke Jokowi, kalau dia tak lebih dari pemimpin boneka. Saatnya Jokowi yang memimpin negosiasi," katanya.