TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Zulkarnain membeberkan penyimpangan dalam pembahasan APBN-P antara Kementerian ESDM dengan Komisi VII DPR.
Menurutnya, dalam rapat keduanya itu, para anggota parlemen bukannya fokus membahas kebutuhan anggaran, justru getol berunding soal pelicin jika berhasil menyetujui jumlah dana yang diminta Kementerian ESDM.
Menurut Zulkarnain, permasalahan itulah yang diperkarakan KPK. Sebab kata dia, di dalam perencanaan anggaran itu sudah memiliki prosedur tetap, yakni membuat Rencana Kerja Anggaran Kementerian Lembaga, kemudian diajukan ke Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Kementerian Keuangan, dan Menteri lembaga bersangkutan.
"Harusnya dibahas sesuai prosedur, jangan yang dibahas uang pelicinnya," kata Zulkarnain berbincang dengan wartawan.
Zulkarnain mengungkapkan, sebenarnya kasus ini terkuak karena ada saksi-saksi yang mau memberikan keterangan. Namun, lanjut dia, tak sedikit juga dari saksi itu memilih tutup mulut soal penyimpangan pembahasan anggaran.
Zulkarnain mengambil contoh soal upeti pembahasan anggaran Kementerian ESDM oleh Komisi VII yang terungkap dalam sidang mantan Kepala SKK Migas Rudi Rubiandini.
Di dalam sidang terungkap ada permintaan uang suap dengan istilah 'buka-tutup kendang", yakni duit upeti mesti disediakan Kementerian ESDM dikumpulkan dari setoran SKK Migas dan Pertamina.
"Bukan substansi, tapi mencari celah-celah mana yang bisa dinegokan. Makanya kita tekankan lobi-lobinya yang benar, substansial. Begitulah dengan etika kita harap ada Standar Operasi Prosedur yang jelas," kata Zulkarnain.
Pada perkara ini, KPKsudah menjerat Sutan Bhatoegana sebagai tersangka. Namun Zulkarnain memastikan pihaknya sedang mengembangkan kasus itu, sehingga tak menutup kemungkinan sejumlah mantan anggota VII DPR yang akan menyusul Sutan.
Edwin Firdaus