TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (F-PDIP) H. Irmadi Lubis menyebutkan bahwa langkah Joko Widodo menggandeng KPK dan PPATK dalam proses seleksi menteri, adalah hal yang wajar. Apa lagi tujuannya mencari berbagai referensi dari lembaga kredibel sebelum mengumumkan calon menterinya.
"Jokowi punya komitmennya yang sangat tinggi dalam menegakkan hukum, khususnya pemberantasan korupsi, karenanya, beliau meminta konfirmasi ke KPK dan PPATK, apakah nama-nama calon menteri tersebut diduga terlibat, atau patut diduga terlibat atau terindikasi dalam kasus korupsi," ujar Irmadi Lubis, wakil rakyat dari daerah pemilihan Sumatra Utara (Sumut)1 ini, Selasa (21/10/2014).
Menurut Irmadi, tidak ada UU yang mengatur Presiden harus melibatkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Pusat Pelaporan dan Analisas Transaksi Keuangan (PPATK), untuk menentukan siapa-siapa yang masuk kabinet yang akan dibentuknya.
Tetapi, Joko Widodo menyadari sepenuhnya bahwa saat ini adalah momentum baginya untuk membentuk kabinet yang benar-benar bersih dan bekerja keras.
"Jokowi tidak mau kehilangan momentum hanya karena menteri-menteri yang dipilihnya nanti, ternyata terjebak dalam masalah, khususnya terkait kasus hukum. Karenanya, Jokowi ingin memastikan kabinet yang dibentuknya tidak bermasalah. Artinya, para menteri yang dipilihnya bersih dan langsung bekerja, bukan kemudian menjadi masalah karena terindikasi terkait kasus hukum," ujar Irmadi Lubis.
Terkait seleksi para calon menteri Jokowi yang tidak terbuka, menurut Irmadi seleksi menteri dengan cara terbuka dan tertutup sama-sama ada baiknya, dan tentu masing-masing punya argumentasi.