News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Duet Jokowi JK

Jokowi Tunda Kabinet, Efektivitas Tim Transisi Dipertanyakan

Penulis: Ferdinand Waskita
Editor: Dewi Agustina
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Presiden Joko Widodo didampingi Panglima TNI, Jenderal TNI Moeldoko, Kapolri, Jenderal Pol Sutarman, Kepala BIN, Marciano Norman, Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD), Jenderal TNI Gatot Nurmantyo, Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL), Laksamana TNI Marsetio, dan Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU), Masekal TNI Ida Bagus Putu Dunia menggelar jumpa pers di halaman belakang Istana Merdeka, Jakarta Pusat, Rabu (22/10/2014). Jumpa pers ini terkait pembaharuan alutsista, intelejen negara, dan juga kesejahteraan anggota TNI dan Polri. TRIBUNNEWS/HERUDIN

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ferdinand Waskita

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Joko Widodo menunda pengumuman kabinet yang telah disiapkan di Pelabuhan Tanjung Priok. Asosiasi Sarjana Hukum Tata Negara (ASHTN) mengingatkan pengangkatan dan pemberhentian menteri merupakan hak prerogatif presiden sebagaimana disebutkan dalam Pasal 17 ayat (2) UUD 1945.

"Menteri-menteri itu diangkat dan diberhentikan oleh Presiden," kata Peneliti Hukum Konstitusi, Afifi Sunardi dalam keterangan yang diterima Tribunnews.com, Jumat (24/10/2014).

Norma dalam Pasal 16 UU No 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara disebutkan batas akhir 14 hari kerja sejak Presiden mengucapkan sumpah janji. Artinya, batas maksimal Presiden Jokowi umumkan kabinetnya pada 7 November 2014 mendatang.

Afifi mengatakan polemik yang muncul belakangan disebabkan janji yang disampaikan Presiden Jokowi sebelumnya untuk secepatnya mengumumkan kabinet ternyata tidak tepat.

"Dalam hal ini, Tim Transisi Pemerintahan Jokowi yang telah dibentuk Agustus lalu efektivitasnya dipertanyakan," ujarnya.

Sedangkan keinginan Jokowi meminta masukan dan pertimbangan ke KPK dan PPATK patut diapresiasi. Meski, proses tersebut semestinya dilakukan diam-diam. Presiden sebagai user dapat menutup rapat proses tersebut agar tidak muncul anggapan, Presiden tengah berbagi hak prerogatifnya dengan lembaga negara lainnya.

"Proses tersebut juga semestinya dilakukan jauh hari sejak Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan pasangan Prabowo-Hatta (22 Agustus 2014) atau sejak Jokowi-JK definitif sebagai Presiden/Wapres terpilih," kata Afifi.

Presiden Jokowi, kata Afifi, seharusnya jangan terhambat dengan respons DPR terkait pertimbangan pengubahan nomenklatur kementerian. Surat ke DPR itu minta pertimbangan saja, bukan persetujuan.

"Artinya, apapun jawaban DPR tidak mengganggu hak prerogatif presiden. Apalagi ada klausul 7 hari DPR tidak merespon, dianggap sudah memberikan pertimbangan (pasal 19 ayat 3)," tuturnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini