TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asarmi Manusia, Yasonna Hamonangan Laoly yang mengakui kepengurusan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) kubu M Romahurmuziy terus menuai kontroversi.
Yasonna dianggap membawa agenda tersembunyi dengan mengesahkan perubahan susunan kepengurusan DPP PPP yang merujuk ke hasil muktamar di Surabaya.
Tudingan itu disampaikan Koordinator Forum Penegak Konstitusi Partai Persatuan Pembangunan (FPK PPP), Lendi Oktapriandi saat menggelar aksi di seberang Istana Negara, tepatnya di kawasan Monas, Rabu (29/10) siang.
Yasonna juga dianggap sengaja mencederai umat Islam yang selama ini menjadi basis pemilih PPP dengan membuat pengakuan atas kubu Romahurmuziy.
Muktamar VIII PPP yang dilakukan oleh kubu Romahurmziy di Surabaya pada 15-17 Oktober 2014 lalu, ia menegaskan, bertentangan dengan putusan Mahkamah PPP.
Mahkamah PPP menghendaki adanya perdamaian antara atau islah antara kubu Romy--panggilan M Romahurmuziy--dengan Suryadharma Ali yang sama-sama dihasilkan dari Muktamar VIII PPP di Bandung.
Namun, saat Islah, tiba-tiba Yasonna selaku menkumham mengeluarkan SK Nomor: M.HH-07.AH.11.01 Tahun 2014 yang mengesahkan hasil muktamar kubu Romy di Surabaya.
Lendi kemudian mendesak Yasonna membatalkan surat yang sudah terlanjur diterbitkan itu.
Selain berorasi, para aktivis FPK PPP juga membentangkan spanduk berisi kecaman dan tuntutan agar Yasonna mundur dari jabatannya.
"Karena itu, kami mendesak agar SK tersebut dibatalkan. Dan, Menkumham harus mundur dari jabatannya dan meminta maaf secara terbuka kepada seluruh umat Islam," tegasnya.
"Jika surat itu tidak dicabut, kuat dugaan Yasonna memang punya agenda tersembunyi. Kita pantas menduga ada agenda untuk menghancurkan dan memecah belah umat Islam, karena PPP adalah rumah besar umat Islam yang dibentuk ulama. Kalau tidak dicabut, agenda ini sangat tampak nyata," kata Lendi.