TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kisruh yang terjadi antara dua koalisi di Dewan Perwakilan Rakyat sebagai fenomena pemakaian demokrasi yang berlebihan.
Wakil Presiden Jusuf Kalla berharap kisruh ini bisa segera diselesaikan melalui musyawarah.
"Gejolak di DPR mungkin memakai demokrasi yang berlebihan," kata Kalla dalam sambutannya saat menghadiri Musyawarah Nasional Alim Ulama dan Konferensi Besar Nahdlatul Ulama 2014 di Kantor Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), di Jakarta, Sabtu (1/11/2014).
Namun, Kalla tidak menjelaskan lebih jauh maksud pernyataannya itu. Kalla mengatakan, umat Islam selalu berdoa untuk mencapai kemakmuran di dunia maupun di akhirat. Namun, menurut Kalla, masih ada umat yang hanya mengejar kesejahteraan akhirat.
Dakwah atau penyiaran agama yang disampaikan selama ini, kata dia, 90 persennya berbicara mengenai akhirat.
"Kenapa kalau acara dzikir luar biasa, ramaikan, tapi kalau berbicara tentang kebersihan, perdagangan, pertanian, kenapa perhatiannya kurang? Padahal kita selalu berdoa untuk di kehidupan dunia sama baiknya dengan akhirat," ucap Kalla.
Oleh karena itu, Kalla meminta para ulama dalam menyampaikan dakwahnya untuk mengingatkan umat mengenai pentingnya membangun kemajuan bangsa dalam berbagai bidang.
Mengenai kisruh DPR, sebelumnya Kalla menilai polemik antara Koalisi Indonesia Hebat (KIH) dan Koalisi Merah Putih (KMP) sedianya bisa diselesaikan melalui musyawarah. Dia menilai KIH sebenarnya tidak perlu membentuk pimpinan DPR tandingan.
Perpecahan dalam parlemen semakin runcing dengan munculnya pimpinan DPR tandingan yang digagas fraksi kubu KIH. Koalisi tersebut mendesak Presiden mengabaikan pimpinan sah di DPR yang dikuasai oleh Koalisi Merah Putih (KMP), yakni Setya Novanto, Fadli Zon, Fahri Hamzah, Agus Hermanto, dan Taufik Kurniawan.
Sebaliknya, KMP juga mendesak Jokowi untuk mengingatkan koalisi pendukungnya agar mereka mematuhi aturan internal parlemen.