Tribunnews.com, Jakarta - Para menteri telah bekerja satu minggu sejak dilantik. Sebagian telah memperlihatkan kerja nyata dan sebagian masih berkutat menyampaikan program yang akan dijalankan.
Hikmahanto Juwana, Guru Besar Ilmu Hukum UI dalam keterangannya Senin (3/11/2014) menyebutkan bahwa dalam menjalankan visi misi Pemerintahan Jokowi, para menteri harus dapat mengoptimalkan birokrasi yang ada. "Mereka tidak perlu mengikuti praktik yang telah lama ada dengan mengangkat staf khusus," ujarnya. (baca juga: Poempida: Kabinet Kerja Jokowi Kurang Pengawasan )
Staf khusus adalah mereka yang berada di luar birokrasi dan berfungsi untuk membantu menteri. Sebagian yang ditunjuk adalah mereka yang mempunyai kedekatan hubungan dengan para menteri, meski ada pula karena keahliannya.
Dalam praktik, terkadang birokrasi harus bersaing dengan staf khusus untuk mendapat kepercayaan dari menteri dalam menjalankan program pemerintah. "Bahkan terkadang justru staf khusus mempunyai kewenangan lebih dibanding para pejabat formal. Mereka dapat menganulir kebijakan yang telah dikaji dan dipersiapkan para pejabat dilingkungan birokrasi," jelas Hikmahanto.
Sebagian oknum staf khusus juga yang kerap dituding sebagai orangnya menteri untuk menampung uang haram.
Oleh karenanya, lanjut dia, untuk menghemat anggaran serta tidak memunculkan konflik di kementerian, para menteri kabinet kerja sebaiknya tidak melakukan pengangkatan staf khusus.
"Para menteri yang ditunjuk oleh Presiden Jokowi harus menunjukkan profesionalistas dan kemampuannya. Mereka ditunjuk bukan karena transaksi tetapi karena pengetahuan yang relevan dengan urusan kementerian yang dipimpinnya," katanya.
Menurut Hikmahanto, para menteri harus mampu menggerakkan birokrasi agar dapat menerjemahkan visi misi Pemerintahan Jokowi, bukan meminta staf khusus melakukannya.
"Untuk itu para menteri harus mempercayai kemampuan dan profesionalitas para pejabat di lingkungan kementeriannya," katanya.