TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kubu Siti Hardijanti Rukmana (Mbak Tutut) selaku pemilik PT CTPI yang kini berubah menjadi MNC menilai pernyataan pihak Hary Tanoesoedibjo menyesatkan publik. Pihak Hary Tanoesoedibjo sebelumnya mengatakan putusan Mahkamah Agung (MA) yang menolak Peninjauan Kembali (PK) PT Berkah Karya Bersama dinilai cacat.
Cacatnya putusan tersebut karena kedua belah pihak sebelumnya sudah menyepakati guna menyelesaikan persoalan tersebut ke Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI). Harusnya MA menolak untuk memutuskan perkara TPI.
"Seakan-akan putusan PK MA harus menunggu putusan BANI (Badan Artbirase Nasional Indonesia, red), itu pernyataan sesat dan menyesatkan. Saya dengar tuntutan Berkah di BANI mencoba menganulir putusan MA, ini lebih sesat lagi. Perkara No 862 Pdt yang telah berkekuatan hukum tetap ini dasarnya Gugatan Perbuatan Melawan Hukum terkait berbagai perbuatan yang merugikan pihak Mbak Tutut dan bukan semata-mata gugatan wan prestasi kontraktual," kata Kuasa Hukum PT CTPI Dedy Kurniadi dalam pernyataannya, Kamis(13/11/2014).
Menurut Dedy, pihak yang dirugikan sebenarnya tidak hanya pihak Hary Tanoesoedibjo, Mbak Tutut lanjut Dedy juga dirugikan karena pemblokiran secara curang dalan sistem administrasi badan hukum.
"Perkara ini juga melibatkan PT Sarana Rekatama Dinamika yang melibatkan Yohannes Waworuntu terkait pemblokiran secara curang sistem administrasi badan hukum atau Sisminbakum yang sangat merugikan Mbak Tutut Cs. Sehingga jelas merupakan kewenangan Pengadilan Negeri hingga MA, bukan kewenangan BANI," tegasnya.
Lebih lanjut Dedy menjelaskan, diakui atau tidak, putusan kasasi MA ini sudah berlaku. Sebab sudah tercatat di Kementerian Hukum dan HAM serta tercatat dalam data perijinan penyiaran di Kementerian Komunikasi dan Informatika pemegang saham dan Direksi PT CTPI sudah kembali atas nama Mbak Tutut dan Dandi Rukmana.
"Silakan saja dicek di dua kementerian tersebut," ujarnya.
Untuk itu Dedy mengimbau semua pihak menghormati putusan berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde). "Baik putusan kasasi MA atau putusan penolakan PK oleh MA sudah final dan mengikat (final and binding) terhadap siapa pun. Saya menghimbau pejabat, akademisi atau politisi tidak mudah mengeluarkan opini sebelum mendalami permasalahan yang sesungguhnya. Hal ini untuk menghindari pemanfaatan opini secara keliru," tutupnya.
Seperti diketahui, kemelut di tubuh TPI ini bermula dari perebutan TPI oleh pihak Hary Tanoesoedibjo (pemilik Grup MNC) dari Mbak Tutut. Kubu Mbak Tutut menilai ada kejanggalan dalam rapat perubahan anggaran dasar TPI yang digelar oleh kubu MNC tersebut.
Hingga akhirnya kasus ini menggelinding sampai di MA. Putusan MA No. 862 K/Pdt/2013 tanggal 2 Oktober 2013 telah memutuskan sah dan sesuai hukum keputusan Rapat Umum Pemegang Saham yang tertuang dalam akta nomor 114 tahun 2005 yang diselenggarakan oleh kubu Mbak Tutut. Hal itu berarti TPI kembali kepada Mbak Tutut.
Tidak puas dengan putusan MA, pihak Hary Tanoesoedibjo ajukan PK dan BANI sekaligus untuk materi yang berbeda. Tanggal 29 Oktober 2014 MA memutuskan menolak PK yang diajukan pihak Hary Tanoesoedibjo.