TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Pusat Studi Politik & Keamanan, Universitas Padjadjaran, Bandung, Muradi mengungkapkan, bentrok antara TNI-Brimob kembali terjadi, belum sampai hitungan tiga bulan.
Bentrok TNI-Brimob yang terjadi lagi di tempat sama, Batam. Bentrok kali ini ditenggarai oleh hal sepele saling mengejek dan membanggakan korsa masing-masing, tapi kemudian diikuti dengan pola yang sama persis dengan bentrok sebelumnya.
"Hal yang menarik adalah bahwa hal tersebut ternyata menegaskan bahwa, tidak ada efek jera yang membuat personil dari masing-masing kesatuan tersebut menahan diri untuk tidak terpancing dengan langkah provokasi tersebut," ungkap Muradi, Kamis (20/11/2014).
Hal tersebut, katanya lagi, mengindikasikan bahwa ada ketidaktegasan dalam melakukan penghukuman oleh pimpinan TNI maupun Polri secara tegas pelaku dan oknum bentrokan sebelumnya. Sehingga kejadian yang sama kembali terulang dengan motif yang berbeda, yakni jiwa korsa yang sempit dan kecenderungan pimpinan masing-masing institusi melakukan pembiaran tanpa melakukan penghukuman yg membuat jera pelaku.
Sehingga anggota di lapangan merasa bahwa langkah yang dilakukan tidak salah karena membela jiwa korsa dan kebanggaan kesatuan.
"Ketidaktegasan ini bahkan merata pada sejumlah kasus bentrokan antar anggota TNI-Polri. Sehingga, apabila kemudian personil di lapangan menerjemahkan sebagai 'restu' sebagai bagian dari menjaga marwah korsa menjadi suatu pembenaran," tuturnya.
Akan baik apabila, lanjut Muradi, pimpinan di kedua institusi tidak sekedar berdamai dan berkomitmen hanya untuk konsumsi media saja. Akan tetapi secara sungguh-sungguh mengupayakan langkah perdamaian yang hakiki, untuk lebih fokus pada penguatan peran dan fungsinya di masing-masing tingkatan.
"Sebab, esensi kehadiran institusi keamanan, baik TNI maupun Polri di tengah masyarakat adalah untuk memberikan rasa aman, dan hal tersebut akan selalu terkoreksi manakala keduanya selalu bertikai," pungkasnya.