TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tragedi pembunuhan aktivis Hak Asasi Manusia Munir kembali mendapat sorotan setelah Menteri Hukum dan Asasi Manusia pada kabinet kerja Jokowi-JK memutuskan untuk memberikan pembebasan bersyarat pada terpidana pembunuh Munir, Pollycarpus Budihari Prijanto.
Drama proses peradilan pembunuhan Munir yang mengalami pasang surut setelah Mahkamah Agung sempat menjatuhkan vonis 20 tahun penjara dan kemudian hari dikurangi menjadi 14 tahun penjara.
Menanggapi hal ini direktur LBH Jakarta Febi Yonesta mengatakan pembebasan bersyarat memang hak terpidana. Namun hal tersebut tidak bersifat absolut.
Lebih lanjut febi mengatakan bahwa dalam memberikan pembebasan bersyarat harus diperhatikan syarat substantif yaitu tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum dan rasa keadilan masyarakat sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 99 tahun 2012 Jo. Peraturan Menteri Hak Asasi Manusia Nomor M.2.PK.04-10\ Tahun 2007.
“Pembebasan bersyarat pollycarpus adalah bentuk ketidakseriusan pemerintah dalam menjaga demokrasi dan hak asasi manusia dan mengungkap tragedi pembunuhan Munir. Polycarpus tidak pantas mendapatkan pembebasan bersyarat selain karna bertentangan dengan rasa keadilan masyarakat tetapi juga karena pollycarpus tidak berperan dalam pengungkapan dalang pembunuhan munir,” tulis Febi Yonesta dalam rilis kepada Tribunnews.com, Sabtu (29/11/2014).
Selain itu, Muhamad Isnur, Kepala Bidang Penanganan Kasus LBH Jakarta mengatakan bahwa Menteri Hukum dan HAM telah bertindak sewenang-wenang dan melukai nilai-nilai keadilan di masyarakat dengan memberikan pembebasan bersyarat pada Pollycarpus.
“Pada putusan PK yang diajukan oleh penuntut umum, majelis hakim bahkan sudah mempertimbangkan bahwa tindakan Pollycarpus adalah suatu perbuatan keji dan merupakan perbuatan yang memalukan Indonesia dimuka dunia terkait penegakan hak asasi manusia,” lanjut Isnur.
Isnur menekankan bahwa pemerintah harus serius mengungkap kasus pembunuhan Munir dengan mencari siapa dalang pembunuhan tersebut dan tidak hanya berhenti pada Pollycarpus sebagai pelaku lapangan.
“memalukan jika pemerintah bukannya fokus untuk mengungkap pelaku intelektual pembunuhan munir justru memberikan pembebasan bersyarat pada Pollycarpus yang tidak turut memberikan andil dalam mengungkap siapa orang yang berada dibalik peristiwa pembunnuhan Munir” ungkap isnur.
Perlu pula diketahui bahwa dari masa pidana selama 14 tahun yang harus dijalani oleh Pollycarpus telah banyak mendapatkan pengurangan dari hasil remisi-remisi yang diberikan oleh Menteri Hukum dan HAM sebelum-sebelumnya sehingga terhitung sampai saat pembebasan bersyarat diberikan Pollycarpus baru menjalani pidana kurang lebih 8 tahun.