TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Presidium Penyelamat Partai Golkar Agun Gunandjar Sudarsa mengkritik pidato Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie dalam pembukaan Musyawarah Nasional (Munas) IX di Bali, Minggu (30/11/2014).
Menurut dia, sejumlah pernyataan yang disampaikan Aburizal alias Ical dalam pidatonya memutarbalikkan fakta hasil Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) di Yogyakarta yang digelar pada pertengahan November lalu.
"Jangan terlalu mudah mendengarkan pidato ARB (Aburizal Bakrie) karena sesungguhnya adalah pemutarbalikan fakta yang ada," kata Agun, dalam siaran pers tertupisnya, Minggu malam.
Agun menyoroti pernyataan Aburizal yang mengungkapkan alasan mengapa ia tak mau mengikuti kemauan Ketua Presidium Penyelamat Partai Golkar Agung Laksono agar Munas dilakukan Januari 2015.
Menurut Aburizal, keputusan pelaksanaan Munas pada 30 November adalah kesepakatan bersama dalam Rapimnas di Yogyakarta dan tak ada yang menyatakan keberatan.
Menurut Agun, yang terjadi di Yogyakarta sebaliknya. Ia mengatakan, hasil Rapimnas diputuskan secara sepihak.
"Keputusan itu diketok dalam posisi banyak peserta Rapimnas memprotes dengan posisi berdiri, dan tidak meminta persetujuan lebih dahulu peserta sidang komisi, dan terjadi keributan yang hampir chaos," kata Agun.
Setelah Rapimnas, lanjut Agun, dilaksanakan rapat pleno DPP Partai Golkar pada 24-25 November 2014 dengan agenda persiapan Munas. Saat itu, Aburizal dianggap tidak dapat menyenggarakan pleno hingga usai yang akhirnya berujung berlangsungnya rapat dua versi.
Versi pertama, rapat dilanjutkan oleh Wakil Ketua Umum Theo L Sambuaga yang dalam waktu sekitar 2 menit mengetok Munas tanggal 30 November di Bali. Agun menyebutkan bahwa hasil tersebut diputuskan tanpa meminta persetujuan pengurus pleno sebagai peserta rapat yang memegang kedaulatan tertinggi yang bersifat kolektif sesuai pasal 19 Anggaran Dasar Partai Golkar.
Versi kedua, rapat dilanjutkan oleh Waketum Agung Laksono atas desakan peserta rapat yang memutuskan mosi tidak percaya terjadap Aburizal dan menonaktifkannya sebagai ketua umum yang kemudian diikuti dengan pembentukan Tim Penyelamat Partai.
"Kepada seluruh Peserta Munas di Bali, saya ingatkan, mana realisasi KTA berasuransi? Kenyataannya pihak Asuransi tidak mau bayar, karena uang premi yang dibayarkan oleh masing-masing anggota/pengurus/anggota DPR tidak disetorkan ke pihak asuransi. Lalu mana realisasi bantuan rutin untuk DPD, lalu mana janji dana abadi Rp 1 triliun untuk kelangsungan hidup partai? Lalu mana gedung berlantailantai untuk DPP, semua tak ada yang terealisir dengan baik dan benar," papar Agun.
Agun menyatakan pelaksanaan Munas IX di Bali sangat tidak masuk akal karena semua sudah diatur tanpa melalui kesepakatan bersama.
"Penyelenggaranya, pimpinan sidangnya, materinya, tata tertibnya, semua penuh rekayasa! Kepada seluruh DPD inilah saatnya untuk jujur dan berani menyelamatkan partai dari oligarki yang penuh tekanan dan ancaman," kata Agun.