"Orang tua punya pilihan. Kalau mau tafakkuh fiddien, ya yang tipe keempat. Mau yang saintis ya tipe yang pertama. Kalau mau siap dengan dunia kerja, ya tipe yang kedua," jelasnya.
Mengenai kurikulumnya, semuanya sama. Perbedaannya adalah pada penguatan atau peminatannya.
"Pengembangannya melalui kegiatan ekstrakurikuler atau dana pendampingan. Modelnya bisa pemagangan atau kemitraan," imbuh Nur Kholis.
Salah satu langkah yang sedang dimatangkan adalah pemagangan dengan melibatkan berbagai perusahaan.
"Misalnya dengan bank BRI, kami bisa buka pemagang dengan siswa madrasah pada bulan apa pada sekian hari sehingga mereka tahu operasional madrasah," ia menegaskan kembali.
Sebenarnya, Nur Kholis menambahkan, pola yang sama sudah pernah dilakukan tetapi tidak efektif karena top down. Uang digelontorkan begitu saja, mereka terima uang tetapi manfaatnya kurang.
"Cara saya sekarang adalah mengkompetisikan, silahkan madrasah-madrasah yang sudah punya ikatan atau komunikasi dengan perusahaan pemagang, kita data lalu kita berikan insentif-insentifnya. Cara seperti itu saya kira akan lebih efektif," pungkasnya.