TRIBUNNEWS.COM.PEKANBARU - Kepala Staf TNI-AU (Kasau) Marsekal Ida Bagus Putu Dunia bercerita, dikuasainya kendali lalulintas udara oleh Singapura berawal dari Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 7 Tahun 1996 tentang Ratifikasi Perjanjian FIR.
Dalam keppres tersebut, sistem navigasi sebagian Indonesia dikuasai Singapura selama 15 tahun. Karena, saat itu Indonesia belum mampu mengatur sistem navigasi udara secara penuh.
Berdasarkan penelusuran Tribun di ilmuterbang.com, niat untuk mengambil alih kembai pemanduanFIR di atas kawasan Indonesia Barat telah dimulai sejak beberapa tahun sebelum 1991. Diawali dengan argumentasi antara penerbang TNI-AU dengan pemandu lalu lintas udara Singapura.
Pada saat itu seorang jenderal ikut dalam penerbangan di atas pulau Natuna. Pemandu lalu lintas udara Singapura menanyakan, siapa yang ada dalam pesawat udara, dijawab pilot pesawat bahwa di dalamnya ada penumpang VIP, tetapi jawaban tersebut tidak memuaskan bagi pemandu lalu lintas Singapura, sebaliknya penerbang TNI-AU merasa tidak enak karena terbang di wilayahnya sendiri, tetapi selalu diawasi oleh negara lain.
Usai mendarat, jenderal tersebut, memerintahkan untuk mengambil alih kembali pemanduan FIR di atas pulau Natuna. Sayangnya, upaya tersebut hingga saat ini tak kunjung berhasil. Pada awal 1992, usaha itu pengambilalihan semakin intensif dilakukan.
Niat Indonesia mengelola FIR di atas Indonesia Bagian Barat secara resmi telah disampaikan pada Regional Air Navigation (RAN) Meeting di Bangkok Bulan Mei 1993. Sayangnya, dalam pertemuan itu diputuskan agar masalah tersebut diselesaikan secara bilateral antara Indonesia dengan Singapura. (Tribun Pekanbaru Cetak)