TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Fraksi-fraksi KMP dan KIH 'kejar tayang' menyelesaikan revisi Undang-undang Nomor 17 Tahun 20 14 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3) jelang masa reses.
Utusan masing-masing fraksi yang tergabung dalam Pansus revisi UU MD3 menggelar rapat perdana di Gedung DPR, Jakarta, Jumat (5/12/2014) petang, untuk selanjutnya disahkan dalam Rapat Paripurna malam ini.
Namun, rapat Pansus yang juga dihadiri oleh Menkumham Yasonna Laoly ini, utusan fraksi Partai Golkar dan Fraksi Demokrat melontarkan protes penghapusan Pasal 98 ayat 7, 8, dan 9 UU MD3.
Tiga butir pasal itu mengatur tentang kewenangan DPR mengajukan sejumlah hak (interpelasi, angket dan menyatakan pendapat) dan sanksi untuk menteri yang tidak melaksanakan rekomendasi rapat-rapat di komisi.
"Pak Laoly, bagaimana kalau rekomendasi yang telah disepakati bersama ini kita buat kesimpulan rapat. Katakan Pak Menteri kalau berikan bebas bersyarat (kepada napi) jangan dilakukan untuk narkoba atau korupsi atau teroris usul komisi. Pemerintah sepakat, maka muncul keputusan rapat di komisi," kata anggota Pansus Demokrat, Benny Kabur Harman.
"Ketika keputusan (rekomendasi) tak dilaksanakan pemerintah, apa yang kita lakukan? Jawabannya, ayat 7 sampa 9," katanya.
Benny memberi contoh lain jika ada kondisi pemerintah tidak melaksanakan rekomendasi DPR terhadap putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap terhadap seorang terpidana.
"Kalau ayat ini dihapus, maka dewan menjadi Macan ompong!" tegas Benny.
Anggota Pansus dari Fraksi Partai Golkar, Kahar Muzakir juga mempertanyakan penghapusan 3 ayat dalam pasal 7, 8, dan 9.
"Saya tidak mengerti kalau pasal ini harus dihapus. Kemarin kita ribut hanya mengenai jumlah pimpinan," ujarnya.
Protes tersebut membuat rapat perdana Pansus revisi UU MD3 ini berlangsung alot.
Protes tersebut juga menunjukan belum sepakatnya fraksi-fraksi dari KMP terhadap penghapusan pasal tersebut. Padahal, sebelumnya para petinggi KMP dan KIH sudah sepakat adanya islah dan penghapusan pasal tersebut untuk mengakhiri konflik dan stagnanisasi kerja DPR.
Pasal 98:
Ayat 7
Dalam hal pejabat negara dan pejabat pemerintah tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (6), komisi dapat menyusulkan penggunaan hak interpelasi, hak angket, hak menyatakan pendapat, atau hak anggota mengajukan pertanyaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
Ayat 8
DPR dapat meminta Presiden untuk memberikan sanksi administratif kepada pejabat negara dan pejabat pemerintah yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (6)
Ayat 9
Dalam hal badan hukum atau warga negara tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (6) DPR dapat meminta kepada instansi yang berwenang untuk dikenai sanksi.