Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Waktu tiga tahun telah berlalu, namun kenangan terhadap sosok Sondang Hutagalung masih membekas di ingatan sahabat dan keluarga.
Mahasiswa Universitas Bung Karno itu meninggal pada 10 Desember 2011, setelah berjuang sembuh dari luka bakar 98 persen. Ia nekat membakar diri di dalam demonstrasi di depan Istana Negara pada 7 Desember 2011.
Pada peringatan tiga tahun meninggalnya bungsu dari empat bersaudara itu, pada Rabu (10/12/2014), digelar napak tilas perginya pemuda berusia 22 tahun itu. Aksi ini dilakukan di tempat Sondang membakar diri.
Aktivis dari Sahabat Munir, tempat Sondang pernah bernaung, membuat tanda di atas aspal berbentuk tubuh pemuda itu. Di sini terbaring tubuh Sondang yang terbakar.
Di tanda berbentuk tubuh itu, kemudian para sahabat dan pihak keluarga menaburkan bunga. Tampak suasana haru di prosesi tersebut. Di tempat tersebut juga diadakan doa bersama.
"Kami selalu berinisiatif memanjatkan doa dan menabur bunga. Lokasi persis di tempat ini. Dia memang membakar diri pada 7 Desember, tapi dia meninggal 10 Desember. Itu menjadi alasan mengapa kami menggelar acara seremonial hari ini," tutur Astri salah satu Sahabat Munir di lokasi.
Astri mengenang Sondang selama hidupnya aktif mengadvokasi keluarga korban kasus pelanggaran HAM masa lalu, termasuk turun ke jalan melakukan aksi 'menolak lupa' banyak kasus HAM yang belum selesai.
Motif mahasiswa semester tujuh itu melakukan aksi nekat membakar diri diduga karena sudah muak terhadap pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono yang belum juga mampu menyelesaikan kasus pelanggaran HAM masa lalu.
"Motif dikarenakan sudah muak terhadap pemerintahan zaman itu. Sebelum meninggal, dia sempat menulis dua surat. Surat pertama ucapan permintaan maaf kepada orang tua dan satu surat lainnya berisi puisi tentang kutukan terhadap negara ini," kata Astri.
Acara seremonial melepas kepergian Sondang Hutagalung ini dilakukan rutin sejak kepergiannya. Selain melakukan napak tilas di tempat membakar diri, kegiatan amal juga dilakukan kepada orang-orang yang membutuhkan.
"Acara ini rutin selama tiga tahun. Ada juga kegiatan amal untuk anak-anak di sekitar rumah dia. Kegiatan ini dalam waktu dekat akan kembali dilakukan," tambah Astri.
Sementara Pirto Hutagalung, ayah dari Sondang Hutagalung berupaya tegar melepaskan anak kesayangannya tersebut. Dia hanya bisa berharap pemerintahan baru yang dipimpin Presiden Joko Widodo melakukan penindakan hukum tegas kepada para pelanggar HAM.
"Mari kita berjuang bersama untuk penegakan HAM. Sebab penjahat HAM masih bebas berkeliaran. Yang baik mati, sementara yang penjahat berkeliaran," harap Pirto.