TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Utama PT Dutasari Citralaras, Machfud Suroso menjalani sidang perdana di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta Selatan, Kamis (18/12/2014).
Machfud menjalani sidang terkait kasus Pusat Pendidikan, Pelatihan dan Sekolah Olah Raga Nasional (P3SON) di Desa Hambalang, Jawa Barat.
Dalam dakwaan yang dibacakan JPU KPK Fitroh Rohcahyanto, Herry BS Ratna Putra dan Joko Hermawan secara bergantian disebutkan Machfud dianggap melawan hukum. Machfud didakwa mempengaruhi kuasa pengguna anggaran, panitia pengadaan, dan pihak-pihak terkait dalam proyek Hambalang.
Perbuatan terdakwa tersebut merupakan tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 jo pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana.
Dalam dakwaan disebutkan, terdakwa Machfud ingin agar ditunjuk sebagai sub-kontraktor oleh PT Adhi Karya dalam pekerjaan Mekaninal Elektrikal (ME). Machfud dianggap bersama-sama melakukan perbuatannya dengan mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Alifian Mallarangeng, mantan Kepala Biro Perencanaan dan Biro Keuangan-Rumah Tangga Kemenpora Deddy Kusdinar.
Turut pula ikut serta mantan Manajer Divisi Konstruksi I dan Direktur Operasional PT Adhi Karya Teuku Bagus Mokhammad Noor, Direktur CV Rifa Medika sekaligus anggota tim asistensi Kemenpora di proyek Hambalang Lisa Lukitawati Isa, dan anggota tim asistensi sekaligus Direktur PT Asa Nusa Indonesia, Saul Paulus David Nelwan alias Paul Nelwan.
"Terdakwa melawan hukum. Terdakwa melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri sebesar Rp185,5 miliar," kata Jaksa Fitroh saat membacakan dakwaan.
Dalam surat dakwaan disebutkan, perusahaan milik Machfud yakni PT DCL mendapatkan kontrak sebesar Rp245 miliar untuk pengerjaan ME. Namun, Machfud tidak setuju dengan angka tersebut karena beban fee untuk pejabat sebesar 18 persen ditanggung pihaknya dari nilai kontrak.
"Teuku Bagus Muhamad Noor kemudian memerintahkan agar harga ME ditambah Rp50 miliar sehingga menjadi Rp295 miliar belum termasuk pajak," ucap jaksa.
Jaksa juga menyebut beberapa orang kebagian uang korupsi Hambalang yang dilakukan oleh Machfud. Muhammad Nazaruddin mendapat Rp10 miliar, Wafid Muharam mendapat Rp6,5 miliar Andi Alfian Mallaranggeng mendapat Rp5 miliar, Olly Dondokambey sebesar Rp2,5 miliar, Joyo Winoto Rp3 miliar, Lisa Lukitawati Rp5 miliar.
Selain perorangan, korporasi juga kecipratan uang dari korupsi proyek Hambalang tersebut yakni KSO Adhi-Wika, PT Dutasari Citra Laras, PT Yodya Karya, PT Metaphora Solusi Global, PT Malmas Mitra Teknik, PT Laboratorium Teknik Sipil Geoinves, PT Ciriajasa Cipta Mandiri, PT Global Daya Manunggal, PT Aria Lingga Perkasa dan 32 perusahaan atau perorangan Sub Kontrak KSO Adhi-Wika.
"Kerugian negara yang diakibatkan atas perbuatan terdakwa sebesar Rp464,5," ucap Jaksa.