TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Maskapai Lion Air mendominasi pelanggaran izin terbang. Kementerian Perhubungan memastikan 35 penerbangan Lion Air terbukti tidak memiliki izin terbang alias melanggar izin.
Hal ini berdasar hasil audit atau investigasi Kemenhub usai pesawat AirAsia Asia PK-AXC QZ8051 jatuh di Selat Karimata, sekitar Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah, 28 Desember 2014.
Menteri Perhubungan Ignasius Jonan menyebut, bukan hanya maskapai Lion Air yang telah melanggar izin terbang. Empat maskapai lainnya, yakni Garuda Indonesia, Trans Nusa, Wings Air dan Susi Air juga tidak memiliki izin terbang.
"Berdasarkan audit tersebut, 61 penerbangan dari lima maskapai melanggar perizinan yang telah ditetapkan," kata Jonan saat konferensi pers di kantornya, Jumat (9/1).
Jonan merinci pelanggaran izin empat maskapai lainnya. Wings Air melanggar 18 izin penerbangan, Garuda Indonesia empat izin penerbangan, Trans Nusa satu penerbangan dan Susi Air tiga penerbangan.
"Sanksi pelanggaran tidak boleh terbang, dan kami meminta maskapai tersebut untuk mengajukan izin secepatnya," ucapnya.
Jonan menambahkan, pembekuan izin terbang dilakukan hingga maskapai-maskapai tersebut mengajukan permohonan ulang, dengan syarat dan ketentuan sesuai dengan aturan. Dia menjamin izin akan langsung kelar bila maskapai telah memenuhi syarat-syarat yang dibutuhkan. "Saya menjamin akan langsung diproses, satu hari izin langsung keluar," ujarnya.
Audit investigasi izin terbang tersebut menggandeng Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri. Mabes Polri dilibatkan untuk mengungkap dugaan maskapai yang melakukan pelanggaran. Obyek investigasi di antaranya lima otoritas bandara, yaitu Bandara Soekarno-Hatta Cengkareng, Kualanamu-Medan, Juanda-Surabaya, Ngurah Rai-Denpasar, dan Sultan Hasanuddin-Makassar.
Jonan mengemukakan, investigasi dilakukan untuk mengungkap pejabat-pejabat otoritas bandara yang diduga terlibat dalam izin penerbangan. Hasilnya, sebelas pejabat baik Kementerian maupun otoritas bandara mendapat sanksi.
"Kami sudah menjatuhkan sanksi kepada pegawai Direktorat Jenderal Perhubungan Udara," katanya.
Jonan memaparkan, sanksi yang diberikan beragam. Ada yang dibebastugaskan dari pekerjaan, mutasi dan pengenaan sanksi lainnya. "Ini nggak ada pidana, ini kelalaian," paparnya seraya menilai, pelanggaran izin terbang terjadi karena sejumlah petugas tidak memiliki kepedulian. Oleh karena itu, sejumlah pejabat dimutasi serta dinonaktifkan.
"Pecat belum ada. Nonaktifkan dan mutasi," tuturnya.
Rencananya, hasil audit Inspektorat akan diserahkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi. Namun, Jonan enggan membeberkan waktu penyerahan audit ke KPK. "Kamu tanya Pak Bambang (Wakil Ketua KPK Bambang Widjajanto) apa sudah terima auditnya," ujarnya.
Sebelumnya diberitakan, dua pejabat internal Kementerian Perhubungan dimutasi. Mereka adalah Kepala Bidang Keamanan dan Kelayakan Angkutan Udara merangkap Unit Kerja Pelaksana "slot-time" di otoritas bandara wilayah III Surabaya dan Principal Operational Inspector (POI) Kementerian Perhubungan di Air Asia.
Dari AirNav Indonesia, terdapat tiga orang, yakni General Manager Perum AirNav Surabaya, Manager Air Traffic Service (ATS) Operation Surabaya, Senior Manager ATS Kantor Pusat Perum Airnav.
Sementara itu, dari Angkasa Pura I, yakni Department Head Operation PT AP I cabang Bandara Juanda dan Section Head Apron Movement Control AP I Bandara Juanda.
Kemenhub juga telah membekukan izin terbang AirAsia rute Surabaya-Singapura. Sebabnya, dari izin terbang periode winter pada 26 Oktober 2014 sampai 28 Maret 2015, Air Asia QZ8501 seharusnya terbang pada Senin, Selasa, Kamis, dan Sabtu. Namun, menurut Kementerian Perhubungan, faktanya, Air Asia rute itu terbang pada Senin, Rabu, Jumat, dan Ahad.
Kepala Pusat Komunikasi Publik Kemenhub JA Barata menengarai, pelanggaran izin terbang juga terjadi di luar lima bandara yang telah diaudit. "Ini sebenarnya bagian dari sampling yang kami lakukan pada 5 bandara utama ini (Cengkareng, Medan, Juanda, Makassar dan Denpasar). Mungkin di bandara-bandara lain masih ada yang melakukan itu," ungkapnya.
Barata menyatakan, audit sampling dilakukan pada tanggal 5-8 Januari 2015, dan diumumkan pada tanggal 9 Januari 2015. "Itu sebagai sampling bahwa itu memang ada sehingga langsung kita ambil tindakan," katanya.
Vice President Corporate Communication Garuda Indonesia Pujobroto mengaku, hingga saat ini pihaknya belum menerima pemberitahuan perihal rute penerbangan Garuda yang dianggap melanggar izin terbang.
"Hingga saat ini Garuda Indonesia tidak/belum menerima pemberitahuan mengenai rute penerbangan yang dianggap melanggar ketentuan perizinan tersebut," kata Pujobroto melalui pernyataan pers secara tertulis.
Ia menyebut, dalam melaksanakan kegiatan operasional penerbangannya, Garuda Indonesia selalu mengikuti ketentuan kegiatan operasional penerbangan yang ditetapkan oleh regulator. Garuda Indonesia tidak akan melaksanakan kegiatan operasional penerbangan yang tidak sesuai ketentuan operasional yang ditetapkan oleh regulator. "Seluruh penerbangan Garuda Indonesia dilaksanakan setelah mendapatkan persetujuan dari regulator," ujarnya.
Direktur Umum Lion Air Edward Sirait tidak menjawab ketika dihubungi Tribun. Pesan pendek pun tidak berbalas. (tribunnews/faj/kps)