TRIBUNNEWS.COM, CIANJUR - Kejaksaan Agung telah melaksanakan pidana mati terhadap enam terpidana kasus narkotika, Minggu (18/1) dini hari. Salah satu terpidana adalah Rani Andriani (38), perempuan asal Cianjur, Jawa Barat.Jelang eksekusi, Rani jadi lebih sering bertemu ayahnya, Andi Suhadi.
Sementara pada Sabtu (17/1) sekitar pukul 12.00 WIB, Rani diberi kesempatan bertemu adik bungsunya, Popy Fitrianti. Menurut Popy, siang itu Rani mengenakan kaus warna merah dan celana batik warna biru. Wajah Rani terlihat lebih kurus namun juga lebih cerah dan segar.
Namun ada jerawat yang menganggu wajah putih Rani. Menurut Popy, kakaknya mengatakan bahwa jerawat tersebut tumbuh sejak ia menghuni Nusakambangan, Rabu (14/1)."Wajahnya putih, agak memerah, mungkin karena Nusakambangan udaranya panas," ujar Popy di Cianjur, Senin (19/1) pagi.
Dari berbagai tema yang diperbincangkan, Popy paling sedih ketika kakaknya bertanya jam berapa eksekusi dilaksanakan. Rupanya, Rani sama sekali tidak tahu secara detail rencana eksekusi. Ia berharap mendapat informasi dari Popy.
Karena tidak tahu, Popy hanya menggelengkan kepala. Menurut Popy, saat itu ia merasa sudah tak mampu menahan air matanya.
"Saya engga kuat lagi menahan tangis ketika mengetahui kakak saya tidak tahu jam berapa akan ditembak," katanya.
Menurut Popy, tema tentang rencana eksekusi tidak mendominasi pembicaraannya dengan Rani pada siang itu. Mereka lebih banyak berbicara mengenai hal-hal yang membangkitkan tawa. "Misalnya cerita zaman sekolah dulu," katanya.
Di antara obrolan itu, Rani menasihati Popy agar selalu menjaga keluarga dan hidup pasrah kepada Tuhan yang Maha Esa. Rani juga berpesan agar si tengah Nelly, tidak usah diberi tahu tentang eksekusi.
Rani khawatir, Nelly yang tengah bekerja di Singapura, akan terguncang jiwanya jika mengetahui kakak tertuanya dieksekusi di Nusakambangan.
Saat tahu Popy datang ke Nusakambangan bersama anak bungsunya, Rani minta dipertemukan dengan keponakannya itu.
Menurut Popy, Rani ingin sekali bertemu dengan anak bungsunya. Hanya saja peraturan LP menyebabkan keinginanya tersebut tidak dapat terpenuhi. Selama ini Rani belum pernah melihat anak bungsu Popy.
"Waktu kakak saya bilang ingin ketemu anak saya, saya langsung minta ke petugas, namun permintaan tersebut ditolak, karena ada larangan membawa bayi ke LP," ujar Popy.
Popy bertemu Rani di sebuah ruangan tertutup. Di ruangan yang sama, seorang terpidana mati lainnya juga menerima kunjungan kerabat untuk yang terakhir. Namun Popy tidak tahu nama terpidana mati tersebut.
Sebelum menemui kakaknya, Popy diberi penjelasan oleh petugas tentang hal-hal yang sebaiknya dilakukan ketika mengunjungi terpidana mati di hari terakhirnya.
Popy antara lain diminta berbicara tentang hal-hal yang menyenangkan dan tidak menangis di depan Rani.
Popy mengikuti anjuran itu. Dalam kondisi menahan tangis, Popy menjadi pendengar yang baik bagi Rani. Ketika menatap muka Rani pun, Popy selalu mengangguk dan tersenyum.