TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penyidik Mabes Polri, AKBP Rusharyanto mengakui hukuman terhadap pengguna produk palsu masih lemah. Menurutnya, undang-undang belum ada yang bertindak tegas kepada mereka pengguna produk palsu.
"Pengguna barang palsu masih sulit ditindak, undang-undangya belum mengatur. Baru pengguna software saja yang bisa dijerat hukum," kata Rusharyanto di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (25/2/2015).
Namun, pihak kepolisian kata Rusharyanto akan bertindak tegas terhadap segala tindakan penggunaan merek tanpa hak atau pemalsuan. Ia mencontohkan, baru-baru ini pihaknya menindak peredaran oli palsu di wilayah Jakarta.
"Permasalahan seperti oli palsu adalah masalah serius yang menjadi salah satu sorotan kepolisian," tuturnya.
Permasalahan produk palsu cukup mengkhawatirkan yang merugikan keuangan negara. Berdasarkan riset yang dilakukan Masyarakat Indonesia Anti Pemalsuan (MIAP) terungkap potensi kerugian negara yang cukup besar akibat barang palsu.
Sekjen MIAP, Justisiari P Kusumah mengatakan, nominal pemalsuan di Indonesia dalam lima tahun terakhir meningkat cukup signifikan hinga 1,5 kali lipat. Pada survey MIAP di tahun 2010 kerugian perekonomian negara PDB Indonesia akibat barang palsu mencapai Rp 43,2 triliun.
"Pada tahun 2014 angka potensial kerugian negara bertambah menjadi Rp 65,1 triliun," kata Justisiari.