TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Terpilihnya Zulkifli Hasan menjadi Ketua Umum PAN memunculkan kembali praktik rangkap jabatan. Di mana Zulkifli menjabat sebagai ketua umum partai sekaligus pimpinan lembaga negara.
Demikian dikatakan pengamat politik SIGMA Said Salahuddin ketika dikonfirmasi, Senin (2/3/2015).
"Di satu sisi Zulkifli Hasan menjadi ketua umum partai, sementara pada sisi yang lain ia juga menjadi Ketua MPR," kata Said.
Ia menyebutkan pascapemilu 2014, praktik rangkap jabatan pimpinan partai politik sekaligus pimpinan lembaga negara sebetulnya sudah tidak ditemukan lagi.
Di lembaga eksekutif, kata Said, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menjadi orang terakhir yang melakukan praktik tersebut. SBY menjadi Presiden sekaligus merangkap sebagai Ketua Umum Partai Demokrat.
Setelah pemerintahan Joko Widodo terbentuk, tidak lagi dijumpai ada ketua umum partai yang duduk menjadi pimpinan di lembaga kementerian, sebagaimana yang lazim terjadi di era pemerintahan sebelumnya.
"Jadi, hari ini Zulkifli Hasan menjadi satu-satunya ketua umum partai yang merangkap jabatan sebagai pimpinan lembaga negara," katanya.
Ia mengakui tidak ada undang-undang yang melarang ketua umum partai merangkap jabatan sebagai Ketua MPR, Ketua DPR, Ketua DPD, Presiden, ataupun Menteri. Tetapi praktik rangkap jabatan, menurutnya menyimpan sejumlah potensi persoalan.
"Oleh sebab itu dibawah kepemimpinan Zulkifli Hasan saya kira PAN perlu lebih berhati-hati terhadap kemungkinan munculnya persoalan-persoalan tersebut," tuturnya.
Pertama, potensi terganggunya citra partai. Ia mengatakan sejak dimulainya era reformasi, praktik rangkap jabatan telah mendapatkan resistensi publik. Rangkap jabatan juga seringkali dipandang sebagai praktik politik yang tidak senafas dengan semangat reformasi, padahal PAN dikenal sebagai sebagai partai reformasi.
Kedua, potensi munculnya penyimpangan penggunaan fasilitas negara. Said mengungkapkan rangkap jabatan tergolong rawan penyimpangan karena seringkali bersentuhan dengan praktik koruptif.
Ia mencontohkan apabila seorang ketua umum partai yang merangkap jabatan sebagai pimpinan lembaga negara melakukan kunjungan kerja ke daerah dalam kapasitasnya sebagai penyelenggara negara, maka sangat mungkin akan ada fasilitas negara atau fasilitas pemerintah yang digunakan oleh si pejabat untuk kepentingan partainya.
Ketiga, potensi munculnya konflik kepentingan. Sebagai ketua umum PAN, lanjut Said, Zulkifli Hasan sudah barang tentu memiliki agenda perjuangan partai. Sementara pada sisi yang lain Zulkifli harus menjadi Ketua MPR sebagai lembaga negara yang memiliki kewenangan mengubah UUD 1945.
"Nah, dengan kewenangan MPR yang sedemikian besar itu, maka ada potensi conflict of interest disitu,"ujarnya.