TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Desakan mundur kepada Plt Ketua KPK, Taufiequrachman Ruki terus bergulir.
Kali ini, sekitar 15 mahasiswa dari IAIN Sultan Maulana Hasanuddin, Banten berunjuk rasa di depan kantor KPK, Jakarta, Kamis (5/3/2015) petang, dengan mengenakan topeng bergambar wajah Ruki dan menyerahkan foto copy tiket kereta api atas nama Taufiequrrahman Ruki ke pihak KPK.
Aksi itu sebagai simbol desakan mahasiswa agar Ruki mengundurkan diri dari KPK dan pulang ke kampung halaman di Banten.
Sebab, buntut kekalahan gugatan praperadilan penetapan tersangka Komjen BG di pengadilan justru disikap oleh Ruki dengan menyatakan KPK kalah dan menyerah menangani kasus dugaan korupsi sang calon Kapolri sehingga melimpahkan kasus ke Kejaksaan Agung.
"Tuntutan kami adalah meminta Ruki mundur dari KPK karena dia menyatakan sikap bahwa KPK menyerah menangani kasus Komjen BG. Sikap itu memalukan sebagai warga Banten. Karena itu, dia harus dipulangkan ke Banten. Kami siapkan tiket kereta api untuknya pulang ke Banten," ujar koordinator aksi, Abdul Rosyid.
Taufiequrrachman Ruki adalah Ketua KPK Jilid ke-1 (2003-2007) kelahiran Rangkasbitung, Banten, 18 Mei 1946 (68 th). Belum lama ini, Presiden Jokowi menunjuk mantan jenderal polisi bintang dua itu menjadi Plt Ketua KPK setelah Abraham Samad berstatus tersangka.
Rosyid mengaku malu sebagai mahasiswa dan warga Banten dengan sikap Ruki itu. Padahal, KPK adalah lembaga yang mendapatkan kepercayaan tinggi dari masyarakat dalam pemberantasan korupsi. Apalagi, mulanya masyarakat menaruh harapan besar dengan masuknya Ruki ke KPK sebagai Plt Ketua KPK di tengah kondisi satu per satu pimpinan KPK dipidanakan.
Ia menegaskan, dengan kondisi saat yang ada saat ini, maka KPK butuh pemimpin yang tegas, bukan pecundang. KPK butuh pemimpin yang optimis, bukan pesimis. Dan KPK butuh pemimpin yang berani, bukan pengecut.
"Belum ada sejarahnya KPK menyerah menangani kasus korupsi. Sebab, track record KPK mulai Jilid pertama sampai dipimpin oleh Abraham Samad, tidak ada namanya menyerah menangani kasus," ujarnya.
Menurut Rosyid, pernyataan Ruki selaku pimpinan KPK itu sangat fenomenal dan terbilang konyol. Dan pernyataannya patut dicurigai sebagai bentuk pelemahan terhadap lembaga KPK yang dilakukan dari dalam.
Rosyid menegaskan, aksi dirinya dan belasan rekannya ini adalah murni pergerakan mahasiswa dan bukan unjuk rasa bayaran.
"Ini murni aksi dari mahasiswa. Sebelum aksi di sini, kami sudah lebih dulu secara organisasi kemahasiswaan menggelar aksi di kampus kami. Dan hari ini adalah puncak aksi itu sehingga kami sambangi kantor KPK ini. Kami sudah enam kali menggelar aksi di kantor KPK ini, termasuk aksi saat kasus Gubernur Banten, Atut," tandasnya.
Aksi unjuk rasa mahasiswa tersebut mendapat penjagaan belasan petugas kepolisian. Mereka membubarkan diri setelah orasi sekitar setengah jam dan foto copy tiket kereta api atas nama Taufiequrrachman Ruki diserahkan ke pihak KPK.
Selain dari mahasiswa, sebelumnya ratusan pegawai KPK juga berunjuk rasa dan mengeluarkan petisi atas keputusan pimpinan KPK di bawah komando Ruki yang melimpahkan kasus Komjen BG ke Kejaksaan Agung.
Bahkan, desakan mundur kepada Ruki dilakukan oleh puluhan pegiat antikorupsi menyerahkan patung kuda Troya dengan tempelan wajah Ruki ke pihak KPK. Penyerahan patung kuda Troya itu sebagai simbol adanya upaya penyusupan dan pelemahan KPK dari dalam lembaga terkait pelimpahan kasus tersebut.