TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Jokowi menurut ekonom Rizal Ramli, kurang beruntung. Menerima warisan pemerintahan SBY 'quatro defisit' (defisit perdagangan, neraca berjalan dan pembayaran, dan defisit anggaran), masih akan terus menekan rupiah. Pernyataan mantan Menteri Perekonomian ini tentu saja menyikapi masih terjadinya pelemahan nilai mata uang rupiah terhadap dollar Amerika.
"Kurs rupiah masih akan tertekan kerena dollar Amerika yang terus menguat, kewajiban utang yang semakin besar, dan tidak adanya kebijakan jelas dan agresif untuk membuat surplus perdagangan dan neraca berjalan," ujar Rizal Ramli, Jumat (13/3/2015).
Yang ada, Rizal mengungkap, pernyataan asal para pejabat bahwa nika rupiah melemah Rp 100 per dollar Amerika negara untung Rp 2,3 triliun, tanpa menyebutkan bahwa beban pembayaran utang akan semakin besar.
"Juga pernyataan konyol Menko Sofyan, kecilnya kiriman TKI membuat rupiah rapuh. Atau export akan meningkat jika rupiah terus melemah tanpa menjelaskan bahwa sebagian besar ekspor manufaktur Indonesia sangat padat impor (input, parts) sehingga dampak pelemahan rupiah juga kecil. Sementara ekspor komoditas masih terkendala permintaan dunia yang melemah," papar Rizal.
Anjloknya rupiah ini, Rizal menegaskan, adalah sebuah "wake up call" untuk pemerintahan Jokowi. Tidak bisa hanya terus bicara soal mikro (infrastruktur, proyek dan lainnya). Akan tetapi juga harus canggih dalam merumuskan kebijakan dan berbicara tentang ekonomi makro. Ia mengingatkan kembali untuk tidak asal bica karena merusak kredibilitas di dalam maupun luar negeri.
Perlu disadari, lanjut Rizal, bahwa defisit transaksi berjalan, sebagian besar, dibiayai oleh aliran hot money (speculative inflows). Itulah yang menyebabkan mengapa BI sangat berhati-hati. Penurunan bunga beberapa waktui lalu oleh BI 0.25 persen, menurutnya, cukup untuk menunjukkan bahwa BI tidak super monetarist. Karena Penurunan tingkat bunga sangat besar akan membuat Rupiah anjlok mendekati Rp 14.000 per dollar Amerika.
"Sayang sekali selama ini, hanya BI yang fokus dalam stabilisasi kurs rupiah peranan pemerintah nyaris tidak ada kecuali komentar-komentar asal nyeplak dan konyol," kecam Rizal Ramli.
Mengelola makro ekonomi, Rizal Ramli menegaskan kembali, bagaikan pilot dengan banyak knop di panel kontrol. Salah pencet, Rizal mengingatkan, akan membuat pesawat besar RI goyang, bahkan bisa kejadian seperti 1998.
"Presiden Jokowi, ini adalah lampu kuning dan "wake up call" yang nyaring. Rapikan team Anda, siapkan kebijakan makro yang jelas dan hentikan kebiasaan menteri untuk asal bicara," pungkas Rizal Ramli.