TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Partai Golkar kubu Agung Laksono jangan berbesar hati dulu mendapat respon dari Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly. Berdasarkan pengalaman Partai Persatuan Pembangunan (PPP), surat keputusan Menkumham untuk kubu M Romahurmuzy akhirnya dibatalkan oleh pengadilan.
"Menteri Yasonna ini hobi bikin PHP. PPP pernah kena PHP, tapi kemudian kalah lagi. Jadi ini Golkar kemudian dikasih ke you (kubu Agung Laksono) ini, tapi kemudian kalah loh," ujar Pengamat Komunikasi Politik dari Universitas Paramadina Hendri B Satrio dalam sebuah diskusi di Jakarta, Sabtu (14/3/2015).
Maka dari itu, Hendri mengingatkan agar kubu Agung Laksono tidak kemudian besar kepala. "Ingat, pemerintah suka ingkar janji," katanya.
Seperti diketahui, Menteri Hukum dan HAM mengeluarkan surat dengan Nomor: M.HH.AH.11.03- 26 tertanggal 10 Maret 2015 tentang kepengurusan Partai Golkar setelah menerima surat putusan Mahkamah Partai Golkar.
Menkumham meminta kepengurusan Golkar hasil Munas IX Jakarta pimpinan Agung Laksono untuk segera membentuk kepengurusan secara selektif dengan kewajiban mengakomodir kader-kader Partai Golkar yang memenuhi kriteria berprestasi, berdedikasi, loyal, dan tidak tercela.
Namun, keputusan itu mendapat tentangan dari kubu Aburizal Bakrie yang menganggap putusan Mahkamah Partai tidak memenangkan kubu Agung sehingga Yasonna dianggap salah tafsir.
Menurut Hendri, peristiwa yang terjadi pada Golkar mirip dengan yang terjadi di PPP beberapa waktu lalu. PPP yang terpecah antara kubu Djan Faridz dengan M Romahurmuzy itu akhirnya diselesaikan dengan surat pengakuan Yasonna terhadap kubu Romahurmuzy.
Namun, surat Yasonna itu kemudian dibatalkan oleh pengadilan tata usaha negara.
Dengan kembali mengesahkan kubu Agung Laksono di tengah konflik Golkar yang belum usai, Hendri menilai Yasonna sudah melakukan blunder kedua kalinya.
Menurut dia, keputusan Yasonna terhadap dua partai itu patut dicurigai adanya kepentingan yang lebih besar yang hendak dicapai.
"Tidak mungkin Yasonna punya kepentingan sendiri. Pasti ada yang mendesak dia untuk membuat keputusan itu," katanya.
Hendri menuturkan keputusan Yasonna terhadap PPP dan Golkar itu semakin menguatkan kecurigaan intervensi yang dilakukan pemerintah terhadap partai politik.
Hal ini PPP terlihat dari kepentingan pemerintah merangkul dua parpol yang sebelumnya berada di luar pemerintahan. Padahal, konflik kedua partai itu tengah diselesaikan dalam proses hukum yang belum tuntas.(Sabrina Asril)