TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Sigit Pamungkas menyatakan keterlibatan lembaga survei dalam penghitungan cepat pemilihan kepala daerah tingkat gubernur, bupati dan walikota harus mengacu pada peraturan KPU.
Namun, jika aturan tersebut tidak dipatuhi maka KPU akan membentuk dewan etik.
"Maka KPU akan membentuk dewan etik survei, melihat sejauh mana lembaga itu memang melanggar atau tidak melanggar. Dengan syarat dia (lembaga survei) ini tidak terasosiasi dengan lembaga survei," kata Sigit di Gedung KPU, Jakarta, Rabu (18/3/2015).
Dewan etik ini nantinya terdiri dari beberapa kalangan baik para ahli dari metodologi survei, akademisi, tokoh masyarakat, serta aktivis.
Nantinya jika lembaga survei ini terbukti bersalah, KPU akan berkomunikasi dengan penegak hukum.
"Kalau pidana mungkin bukan ranah KPU untuk mempidanakan lembaga survei. Kalau KPU terbatas pada sejauh mana dia bisa kita nyatakan kredibel dan tidak kredibel. Dan dia kita larang untuk melakukan survei di tempat lain,"jelas Sigit.
Sigit menuturkan jika lembaga survei tersebut tergabung dalam asosiasi maka lembaga tersebut wajib berkomunikasi.
Hal ini perlu dilakukan untuk menindaklanjuti laporan masyarakat dan memposesnya di internal lembaga survei.
"Sanksi yang bisa diberikan kepada lembaga survei yang nanti misalnya tidak kredibel didalam melakukan survei, KPU bisa membuat larangan lembaga itu untuk tidak melakukan survei,"kata Sigit.