TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Politisi Golkar Meutya Hafidz mengikuti silaturhami anggota fraksi di DPR yang digelar kubu Agung Laksono.
Silaturahmi itu diadakan di kantor DPP Golkar, Jakarta, Selasa (24/3/2015).
Padahal, Meutya juga mengikuti Munas Bali yang digelar kubu Aburizal Bakrie.
Lalu mengapa Meutya berpindah ke kubu Agung Laksono?
"By the way, konflik sudah berlangsung enam bulan, apa yang menjadi permasalahan diselesaikan juga didalam Golkar. MPG lalu dikuatkan Menkumham," kata Meutya.
Menurut Meutya saat ini sudah tidak kubu Agung Laksono dan Aburizal Bakrie. Tetapi Golkar yang telah disahkan Kementerian Hukum dan HAM. Ia juga menuturkan setia kepada Partai Golkar.
"Setianya bukan pada sosok tapi partai, jadi harus memilih sebagai kader Golkar yang taat hukum," imbuhnya
Mengenai ancaman sanksi yang akan dijatuhkan oleh Kubu Aburizal kepada kader yang menyeberang ke kubu Agung Laksono, Meutya Hafidz tidak mempermasalahkannya. Meutya kini duduk sebagai Wakil Ketua Badan Kerjasama Antar Parlemen (BKSAP).
Namun, ia mengingatkan rotasi fraksi juga harus berdasarkan hukum yang legal.
"Jangan kita digeser tapi tanpa berdasarkan hukum yang kuat. Jangan sampai juga pimpinan DPR melawan," tuturnya.
Ia pun membantah melompat dari kubu Ical ke Kubu Agung. Meutya menyatakan akan mengikuti azas legalitas dimana pada 2016 sesuai dengan keputusan digelar Munaslub.
"Kalau bertarung di paripurna tidak elok," imbuhnya.
Meutya mengimbau agar kader Golkar taat hukum dengan mengikuti keputusan pemerintah. Sedangkan pesan untuk Ketua Umum Golkar versi Munas Bali Aburizal Bakrie, Meutya enggan berpendapat.
"Saya rasa pak Aburizal sudah cukup makan asam garam jadi tidak perlu dinasehati," katanya.