Laporan Wartawan Tribunnews.com, Randa Rinaldi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - SETARA Institute menilai pemerintah lebih baik merevisi Undang-Undang Terorisme lebih tepat ketimbang menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) terkait penanggulangan penyebaran ajaran dan gerakan kelompok radikal Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS).
"Perppu enggak usah, apa kegentingannya? Ini masih di Suriah dan belum ada kegentingan mendesak. Kalau begitu revisi UU terorisme saja. Tapi selama ada kekosongan perangkat hukum ini masih rumit," ujar Wakil Ketua SETARA Institute, Bonar Togor Naipospos usai diskusi "Target Kelompok Muda Indonesia dalam Ancaman ISIS!" di Jakarta, Senin (30/3/2015).
Pencabutan hak kewarganegaraan yang akan diatur Perppu, bisa dilakukan jika pemerintah telah menegaskan ISIS sebagai musuh negara. Jika tidak, pencabutan warga negara akan menjadi rumit karena tak ada dasar hukumnya.
"Undang-undang kita tidak ada klausul atau peraturan yang memungkinkan mencabut hak warga negara seseorang. Kecuali, ia telah bergabung dengan tentara musuh atau menjadi tentara di sebuah negara," papar Tigor.
Sebelumnya, pemerintah tengah mengkaji formulasi produk hukum untuk mengatur sanksi pidana bagi para pengikut ISIS. Pemerintah berencana menerbitkan Perppu yang bisa lebih cepat diterapkan.
Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Tedjo Edhy Purdijatno mengatakan ada beberapa pasal dari undang-undang yang sudah dimasukkan ke dalam Perppu itu. Dia tidak menjelaskan lebih lanjut hal-hal apa saja yang akan diatur.