TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sidang perdana praperadilan mantan Direktur Pengolahan Pertamina, Suroso Atmomartoyo ditunda pekan depan. Sidang dengan tergugat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu sedianya dijadwalkan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, siang ini.
Kuasa hukum Suroso, Dimas kepada wartawan mengatakan pihak KPK meminta penundaan karena harus menghadapi tiga sidang pra peradilan bersamaan di PN Jakarta Selatan hari ini.
"KPK tidak hadir dan meminta penundaan selama satu minggu. Selain itu KPK juga beralasan menghadapi 3 praperadilan sekaligus," kata Dimas.
Bekas Direktur Pengolahan Pertamina, Suroso Atmo Martoyo mengajukan gugatan praperadilan. Tersangka kasus dugaan suap pengadaan zat tambahan bahan bakar, tetraethyl lead (TEL) Pertamina tahun 2004-2005, telah mengajukan praperadilan di Pengadian Negeri Jakarta Selatan.
Sebelumnya diberitakan, mantan Ketua BPK Hadi Poernomo dijerat dalam kapasitasnya sebagai Dirjen Pajak pada 2002-2004. Dalam kasus ini, Hadi selaku Dirjen Pajak diduga mengubah telaah Direktur Pajak Penghasilan mengenai keberatan surat ketetapan pajak nihil pajak penghasilan (SKPN PPh) BCA. Surat keberatan pajak penghasilan 1999-2003 itu diajukan BCA pada 17 Juli 2003 terkait NPL atau kredit bermasalah senilai Rp 5,7 triliun kepada Direktur PPh Ditjen Pajak.
Setelah penelaahan, diterbitkan surat pengantar risalah keberatan dari Direktur PPh pada 13 Maret 2004 kepada Dirjen Pajak dengan kesimpulan bahwa permohonan keberatan wajib pajak BCA ditolak. Namun, satu hari sebelum jatuh tempo untuk memberikan keputusan final BCA, 18 Juli 2004, Hadi Poernomo selaku Dirjen Pajak memerintahkan agar Direktur PPh mengubah kesimpulan, yaitu dari semula menyatakan menolak diganti menjadi menerima semua keberatan.
Hadi kemudian mengeluarkan surat keputusan Dirjen Pajak yang memutuskan untuk menerima semua keberatan wajib pajak sehingga tidak cukup waktu bagi Direktur PPH untuk memberikan tanggapan atas kesimpulan yang berbeda itu. Negara diduga dirugikan senilai Rp 375 miliar.
Suroso Atmomartoyo ditetapkan sebagai tersangka pada akhir November 2011 setelah KPK menetapkan menerima suap dari Direktur PT Soegih Interjaya, Willy Sebastian Lim.