TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tim penasihat hukum Suryadharma Ali sedari awal sudah menduga, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak memiliki cukup bukti terkait unsur keruigian negara seperti yang disangkakan kepada mantan Menteri Agama tersebut.
Menurut Ketua Tim Penasihat Hukum Suryadharma Ali (SDA), Humphrey Djemat, terbukti pada fakta di persidangan orang yang menghitung kerugian negara adalah penyelidik, dan yang melalakukan bukanlah audit dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebagai otoritas audit keuangan negara yang berwenang.
Menurut Humprey, hasil audit penyelidik itu dijadikan alat bukti untuk menetapkan SDA sebagai tersangka. "Ini sudah menyalahi aturan hukum, alat bukti yang digunakan tidak sah maka penetapan tersangka terhadap SDA tidak sah juga dan harus dibatalkan" kata Humphrey, Kamis (2/4/2015).
Humphrey menuturkan, pihaknya memiliki bukti surat dari BPK tertanggal 30 Maret 2015. Menurutnya, dalam surat itu BPK menjelaskan bahwa KPK tidak pernah meminta hasil audit terhadap dugaan adanya kerugian negara dalam pelaksanaan haji tahun 2010-2013.
"Dari surat ini semakin jelas bahwa dalam menetapkan SDA sebagai tersangka, KPK tidak punya dasar hukumnya," tegasnya.
Di tempat terpisah, ahli hukum pidana Chairul Huda menjelaskan mengenai penetapan tersangka SDA yang hanya didasarkan oleh perhitungan penyelidik adalah merupakan dosa KPK.
"Perhitungan kerugian negara yang telah dilakukan penyelidik sendiri tanpa ada perhitungan kerugian negara dari BPK yang kemudian dibuat menjadi alat bukti untuk menetapkan seseorang tersangka adalah menyalahi aturan dan tidak boleh dilakukan. Dan ini merupakan pelanggaran dan dosa KPK terhadap SDA," ujar Chairul.
KPK, kata Chairul semestinya meminta lembaga audit untuk memeriksa apakah benar ada kerugian negara terkait penyelewengan dana haji yang dilakukan SDA. Selain itu, jika penyelidik memiliki kelebihan untuk melakukan audit, KPK harus tetap menghadirkan BPK, BPKP atau auditor independen.
Sebab, kata Chairul dalam UU pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara menentukan bahwa perhitungan keuangan negara merupakan kewenangan BPK. Oleh karena itu, jika ada dugaan korupsi terkait dengan kerugian keuangan negara maka penyelidik bisa meminta pendapat dari BPK.
"Kalaupun penyelidik memiliki kelebihan untuk menyidik tetap saja, KPK harus menghadirkan BPK. Jadi tidak atas dasar penelitiannya sendiri," ujarnya.
Lebih lanjut Chairul menegaskan dosa kedua yang dilakukan KPK adalah dalam fakta persidangan membuktikan dasar adanya kerugian keuangan negara bukan hasil penghitungan BPK tapi hitung-hitungaan sendiri, dan jika dijadikan petunjuk, maka hal tersebut tidak bisa dijadikan dasar untuk membuktikan dan menetapkan seorang menjadi tersangka.
Terungkap di persidangan penetapan tersangka SDA itu dilakukan pada tahap penyelidikan. Kedua penetapan tersangka SDA itu didalam tahap penyelidikan yang didasarkan pada penghitungan sendiri, adanya kerugian negara yang dilakukan oleh penyelidik.
"Ini dua dosa besar, dipenyelidikan tidak berwenang menetapkan tersangka, juga tidak boleh menetapkan tersangka berdasarkan penghitungan sendiri," tandas Chairul.
Seperti diketahui, dalam persidangan praperadilan yang diajukan SDA terkuak bahwa ternyata KPK menetapkan kerugian negara yang disangkakan kepada SDA hanya berdasarkan hasil hitungan penyelidik saja. Hal ini membuat tercengang para tim penasihat hukum juga para pengunjung yang berada diruang sidang Pengadilan Negeri, Jakarta Selatan, Rabu (1/4/2015) kemarin.