TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengajar Ilmu Politik Universitas Padjadjaran (Unpad), Bandung Firman Manan menyebutkan tiga langkah penting yang selayaknya dirumuskan dalam Kongres PDIP di Bali 9-12 April 2015.
Langkah penting itu terkait upaya mengembalikan Trisakti dan Nawacita dalam program dan pemerintahan Presiden Jokowi.
Pertama, karakter PDIP sebagai partai ideologis di tengah kecenderungan pragmatisme partai-partai yang menimbulkan ketidakpercayaan publik terhadap partai politik.
Kedua, melakukan evaluasi terhadap kinerja pemerintah yang mengalami kecenderungan penurunan tingkat kepercayaan publik.
“Ketiga adalah membangun saluran komunikasi yang efektif antara PDIP dan Presiden Jokowi selama penyelenggaraan pemerintahan lima tahun ke depan.Penegasan PDIP sebagai partai ideologis harus ditunjukkan dalam Kongres melalui penegasan terhadap ide tentang Indonesia yang berdaulat, mandiri dan berkepribadian (Trisakti) yang direalisasikan melalui agenda prioritas yang terumuskan dalam dokumen Nawacita,” ujar Firman, Rabu (8/4/2015).
Dengan demikian, kata Firman, persamaan kepentingan yang seharusnya menyatukan Presiden Jokowi maupun kader-kader PDIP lainnya adalah adanya komitmen dan konsistensi untuk bersama-sama merealisasikan Trisakti serta Nawacita melalui berbagai agenda politik dan pemerintahan yang pro-rakyat.
Dikatakan, kongres selayaknya mengevaluasi berbagai kebijakan dan program pemerintah yang terkait dengan upaya realisasi Nawacita. Evaluasi juga perlu dilakukan terhadap kinerja Presiden serta kabinetnya.
“Hasil evaluasi terhadap kebijakan serta kinerja pemerintah tersebut dapat dirumuskan dalam rekomendasi Kongres terhadap pemerintah. PDIP mempunyai kepentingan agar pemerintah berjalan pada jalur yang benar karena tingkat penerimaan serta kepercayaan publik terhadap PDIP sebagai partai yang memerintah akan ditentukan oleh baik buruknya performa penyenggaraan pemerintahan,” katanya.
Komunikasi antara Presiden Jokowi dan PDIP yang selama ini dinilai berjalan kurang efektif sehingga harus dperbaiki. Hal yang perlu diperbaiki itu antara lain dengan melakukan reposisi hubungan antara Presiden Jokowi dengan PDIP.
“Hal tersebut misalnya dapat dilakukan dengan mendudukkan Presiden dalam struktur partai walaupun tentunya bukan dalam posisi yang mengganggu kinerjanya sebagai Presiden seperti posisi Dewan Pertimbangan,” katanya.
Adanya kedudukan jabatan Jokowi dalam struktur partai diharapkan dapat membangun ikatan psikologis antara Presiden dengan PDIP sekaligus memecah sumbatan saluran komunikasi. Bagi Presiden Jokowi, sambung Firman, upaya merealisasikan berbagai kebijakan serta program yang berpedoman pada Trisakti dan Nawacita menjadi penting karena selain menjadi pedoman untuk merealisasikan janji-janji politiknya.
“Karena Trisakti dan Nawacita merefleksikan garis perjuangan ideologi PDIP. Presiden Jokowi dan PDIP mempunyai kepentingan untuk selalu membangun komunikasi politik yang efektif agar pemerintahan berjalan secara efektif untuk merealisasikan visi dan misi Presiden yang sekaligus menjadi bagian dari garis perjuangan ideologi PDIP,” ucapnya.
Apabila hal ini tidak terwujud, kata dia, maka pertemuan kepentingan antara Presiden Jokowi dan PDIP yang dipersatukan dengan ideologi partai akan memudar.
Bahkan PDIP dalam kondisi ekstrim dimungkinkan untuk menarik dukungan karena Presiden dipandang tidak lagi menjadi representasi partai untuk memperjuangkan ideologi partai.