TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Adriansyah anggota Komisi IV DPR RI yang terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di sebuah hotel di Bali ternyata pernah menjadi tersangka kasus suap di Bareskrim Polri saat politisi PDI Perjuangan tersebut menjabat sebagai Bupati Tanah Laut.
Catatan tribun, dia terlibat dalam kasus suap menyuap antar kepala daerah di Kalimantan Selatan yang melibatkan Wali Kota Muhidin dan berkasnya pernah dinyatakan lengkap pihak Kejaksaan Tinggi Kalimantan Tengah.
Proses penyidikan yang dilakukan hampir memakan waktu dua tahun lamanya sampai akhirnya berkas penyidikan dinyatakan lengkap Kejaksaan Tinggi Kalimantan Selatan, Selasa (12/3/2014).
Berkas penyidikan Adriansyah dinyatakan lengkap setelah lima kali dikembalikan kepada penyidik untuk dilengkapi. Tetapi saat itu kepolisian tidak melakukan penahanan terhadap Andriansyah.
Kasus suap tersebut awalnya ditangani Polda Kalimantan Selatan, kemudian untuk menghindari adanya intervensi, penyidikan pun dilakukan Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri.
Kasus suap bermula saat Wali kota Banjarmasin Muhidin selaku pemilik perusahaan tambang batu bara PT Binuang Jaya Mulia memberikan uang pelicin kepada Adriansyah sebesar Rp 3 miliar melalui Anshari untuk menyelesaikan Tapal Batas wilayah antara Kabupaten Tanah Laut dengan Kabupaten Tanah Bumbu tepatnya di Desa Sungai Cuka.
Muhidin selaku pemilik PT Binuang Jaya Mulia menginginkan supaya lokasi tempat penambangan perusahaan yang berada di perbatasan Kabupaten Tanah Laut dan Tanah Bumbu masuk ke wilayah Kabupaten Tanah Bumbu.
Lokasi ijin usaha PT Binuang Jaya Mulia yang berada pada titik batas 6,7,8,9 batas daerah antara kabupaten Tanah Bumbu dan Tanah Laut belum disepakati oleh kedua kabupaten sejak tahun 2004 sampai dengan 2010.
Dalam rangka mewujudkan keinginin Muhidin tersebut akhirnya. 1 September 2010 tepatnya di Villa Bungas Banjar Baru, Muhidin melalui tersangka Anshori yang tiada lain Komisaris PT Binuang Jaya Mulia menyerahkan uang sebesar Rp 3 miliar kepada Adriansyah secara cash.
Tujuan suap tersebut dilakukan supaya Adriansyah selaku Bupati Tanah Laut menyerahkan penyelesaian batas 6,7,8 dan 9, batas antara kabupaten Tanah Bumbu dan Tanah Laut kepada Gubernur Kalimantan Selatan untuk ditetapkan.
Kemudian tanggal 12 Oktober 2011, Adriansyah menandatangani surat atas nama Bupati Tanah Laut kepada Gubernur Kalimantan Selatan yang isinya menyerahkan tapal batas antara Kab Tanah Laut dan Kabupaten Tanah Bumbu kepada pemerintah provinsi Kalimantan Selatan untuk memutuskan garis batas pada titik 6,7, dan 8 antara Kabupaten Tanah Laut dan Kabupaten Tanah Bumbu.
Uang suap Rp 3 miliar tersebut diberikan agar bupati Tanah Laut ini batasnya disesuaikan dengan keinginan Muhidin sebagai salah satu pemilik IUP (Ijin Usaha Pertambangan). Karena kalau tidak sesuai dengan itu, ijin tambang perusahaan Muhidin akan hilang karena akan masuk ke Kabupaten lain, sehingga IUP-nya tidak berlaku.
Saat itu baik Adriansyah maupun Muhidin dikenakan pasal 5 ayat 1 sertaayat 2, Undang-undang Tindak Pidana Korupsi Nomor 20 tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi.