TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi mengatakan, pemerintah melayangkan nota protes kepada pemerintah Arab Saudi soal eksekusi mati tenaga kerja Indonesia, Siti Zaenab.
Menurut Retno, tak ada pemberitahuan apa pun soal eksekusi mati yang dilakukan Selasa (14/4/2015) siang waktu Indonesia itu.
"Kami sudah menyampaikan nota protes kepada pemerintah Saudi, mengapa eksekusi ini tidak informasikan ke pemerintah Indonesia. Sudah kita kirim," kata Retno usai mendampingi Presiden Joko Widodo menggelar jamuan makan malam untuk Perdana Menteri Norwegia Erna Solberg di Istana Kepresidenan, Selasa malam.
Dia mengatakan, seluruh upaya telah dilakukan pemerintah mulai dari jalur diplomatik, jalur hukum, hingga pendekatan kekeluargaan kepada ahli waris korban yang dibunuh Siti Zaenab. Surat permohonan maaf terakhir kali juga disampaikan oleh Presiden Joko Widodo.
Sebelumnya, Presiden Abdurrahman Wahid dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga mengirimkan surat senada. Bahkan, pemerintah Indonesia juga sudah menyiapkan uang 600.000 riyal kepada ahli waris korban untuk meloloskan Siti Zaenab dari jerat kematian.
"Tapi sekali lagi karena hukum mereka qishash, yang semuanya akan tergantung pada pemaafan keluarga, sehingga ada titik di mana kita tidak bisa melakukan lebih jauh. Tapi semua tugas pemerintah semua sudah kita lakukan," ucap Retno.
Soal eksekusi mati Siti Zaenab ini, Retno mengaku sudah menyampaikan langsung kepada Presiden Joko Widodo. Jokowi menyatakan rasa duka yang mendalam mendengar kabar tersebut.
Selanjutnya, kata Retno, Kementerian Luar Negeri mengirimkan tim yang berangkat ke Bangkalan, kota kelahiran Siti Zaenab untuk menyampaikan kabar duka kepada pihak keluarga.
Siti Zainab (47) dipidana atas kasus pembunuhan terhadap istri dari pengguna jasanya yang bernama Nourah Bt. Abdullah Duhem Al Maruba pada tahun 1999. Dia kemudian ditahan di Penjara Umum Madinah sejak 5 Oktober 1999. Setelah melalui rangkaian proses hukum, pada 8 Januari 2001, Pengadilan Madinah menjatuhkan vonis hukuman mati qishash kepada Siti Zainab.
Dengan jatuhnya keputusan qishash tersebut maka pemaafan hanya bisa diberikan oleh ahli waris korban. Namun pelaksanaan hukuman mati tersebut ditunda untuk menunggu Walid bin Abdullah bin Muhsin Al Ahmadi, putra bungsu korban, mencapai usia akil balig.
Pada tahun 2013, setelah dinyatakan akil balig, Walid bin Abdullah bin Muhsin Al Ahmadi telah menyampaikan kepada Pengadilan perihal penolakannya untuk memberikan pemaafan kepada Siti Zainab dan tetap menuntut pelaksanaan hukuman mati. Hal ini kemudian dicatat dalam keputusan pengadilan pada tahun 2013.