Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah Indonesia dinilai lambat dalam menangani kasus Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang terancam hukuman mati di luar negeri.
Ini terbukti dari dua Buruh Migran Indonesia (BMI), Siti Zainab dan Karni BT Medi Tarsim yang dieksekusi hukuman mati Pemerintah Arab Saudi pada 14 dan 16 April 2015.
Ketua Umum Serikat Buruh Migran Indonesia, Hariyanto, mengatakan pemerintah lemah saat melakukan diplomasi menghindari warga negara dari ancaman hukuman mati.
"Diplomasi Indonesia lemah memilih pengacara yang mendampingi hukum. Pengacara itu harus paham kasus yang dilakukan Buruh Migran di Arab Saudi," tutur Hariyanto di Jakarta, Minggu (19/4/2015).
Dalam hal ini, Serikat Buruh Migran Indonesia, menghormati hukum yang berlaku di sebuah negara. Namun, pemerintah melalui Kementerian Luar Negeri dan Konsulat Jenderal Republik Indonesia diminta melakukan diplomasi untuk menyelamatkan warga negara dari ancaman hukuman mati.
Padahal di dalam Undang-Undang Nomor 39 tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri dan Peraturan Pemerintah Nomor 14 tahun 2010 diatur mengenai kewajiban pemerintah terhadap Tenaga Kerja Indonesia di luar negeri.
"Kementerian Luar Negeri masih lemah melakukan diplomasi apalagi membela Warga Negara. KJRI di sana bagaimana memantau buruh migran yang ada di sana. Padahal amanat Undang-Undang cukup jelas," ujar Konsultan Hukum BMI, Irwan Syahrizal di tempat yang sama.
Sementara itu, Seknas Jaringan Buruh Migran, Safitri Wisnuwardani, mengatakan dalam menangani kasus Tenaga Kerja Indonesia yang terancam hukuman mati di luar negeri, pemerintah menggunakan metode penanganan kasus pemadam kebakaran.
Hal ini karena, pemerintah baru mengangkat kasus tersebut ke permukaan ketika sudah dilakukan eksekusi hukuman mati. Seharusnya, penanganan kasus dilakukan mulai dari awal dan jangan sampai ada kasus baru ramai.
"Kasus ini bukan yang pertama. Itu terjadi karena penanganan tidak cepat. Ketika menangani masalah biasanya ada proses. Masa pemerintah tidak tahu untuk kasus ini. Seharusnya di pemerintah ada sistem manajemen penanganan kasus. Kasus yang sudah berada di KBRI, harus segera di follow up," tambahnya.