TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri, Brigjen Victor E Simanjuntak mengatakan Indonesia merupakan negara yang rawan pelaku cyber crime.
"Saat acara Global Conference on Cyber Space 2015 (GCCS 2015) di Den Haag Belanda. Indonesia mendapat catatan sebagai salah satu negara yang marak pelaku cyber crime," ujar Victor, Senin (20/4/2015) di Mabes Polri.
Tentunya, hal itu menurut Victor sangat mencoreng nama baik Indonesia di mata Internasional, dengan memberikan stigma tidak aman melakukan transaksi bisnis dengan Indonesia.
Selama dua tahun terakhir, diutarakan Victor, Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri telah menerima 101 laporan dari 35 negara dengan total kerugian sebesar Rp 34 miliar.
"Modus yang dilaporkan beragam cara seperti mulai dari penipuan penjualan barang, penipuan dengan memalsukan email, penipuan penanaman saham/investasi, penipuan melalui telepon, termasuk ATM skimming," tutur Victor.
Atas hal itu, Victor juga mengimbau pihak perbankan turut serta aktif mempertahankan nama baik RI dimata Internasional dengan melakukan berbagai upaya pencegahan.
Victor menambahkan fasilitas perbankan yang sering disalahgunakan untuk kejahatan adalah penggunaan rekening milik WNI yang direkrut oleh para pelaku cyber crime sebagai kurir yang bertugas membuka rekening bank, menerima uang hasil kejahatan, mengakui bahwa uang tersebut diterima atas perjanjian bisnis yang legal.
Termasuk menarik uang secara tunai dari bank untuk diserahkan ke pelaku cyber crima, setelah dipotong komisi untuk kurir.
Sebelumnya, Bareskrim Polri menangkap pelaku cyber crima yang adalah Warga Negara Bulgaria karena melakukan pencurian uang nasabah bank melalui ATM. Kini tersangka berinisial IIT ini telah ditahan di Mabes Polri.
Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri, Brigjen Victor E Simanjuntak mengatakan modus yang dilakukan tersangka merupakan modus baru.
Biasanya para pelaku pencurian uang nasabah melalui ATM dilakukan dengan memasang alat pembaca magnetic stripe kartu atau skimmer. Dan memasang hidden camera untuk mengetahui PIN yang digunakan korban.
Namun kali ini modus yang dilakukan IIT berbeda, dan tergolong modus baru. Dimana tersangka menggunakan alat penyadap menyerupai router yang mampu membaca jalur transaksi kartu ATM milik korban. Sesaat setelah korban memasukkan kartunya ke mesin ATM.
"Kejahatan ini diketahui sejak 7 Februari 2015, dimana penyidik kami menerima laporan dari sebuah bank swasta soal adanya aktivitas mencurigakan yang terekam CCTV pada beberapa lokasi ATM di Bali dan dilakukan oleh WNA," kata Victor, Senin (20/4/2015) di Mabes Polri.