News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Hukuman Mati

Apresiasi Sikap Pemerintahan Jokowi atas Penundaan Eksekusi Mary Jane

Penulis: Yulis Sulistyawan
Editor: Hendra Gunawan
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Terpidana mati asal Filipina Mary Jane Veloso mengenakan kebaya saat peringatan Hari Kartini, 21 April 2015 di Lapas Nusakambangan.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) dan Forum Advokat Pengawal Konstitusi (FAKSI) mengapresiasi keputusan Presiden Jokowi yang memerintahkan penundaan eksekusi pidana mati atas warga filipina Mary Jane.

"Keputusan Pemerintah itu sangat bijasana, aspiratif dan mencerminkan sikap negarawan sangat menjunjung tinggi aspek rasa keadilan publik, sikap mayoritas negara luar yang tidak lagi memberlakukan hukuman mati. Ini sesuatu yang luar biasa," ujar koordinator TPDI Petrus Selestinus dan Koordinator FAKSI Hermawi Taslim.

Sejak awal ujar Hermawi Taslim, Perkara Mary Jane sarat kontroversi. Pengadilan di Indonesia kurang menggali sedalam-dalamnya tentang jaringan mafia trafficking yang dibalik Merry Jane.

" Padahal, kita patut menduga, bahwa Mary adalah korban sindikat mafia perdagangan Manusia, dugaan ini semakin dikuatkan dengan adanya pengakuan dan penyerahan diri anggota sindikat Maria Krisrtina Sergio di kepolisian Metro - Manila awal pekan ini," ujar Hermawi.

Menurutnya,penundaan eksekusi ini sama sekali tidak mengurangi kehormatan dan martabat bangsa kita sebagai bangsa yang berdaulat. "Justru sebaliknya,malah menunjukan kehati-hatian yang extra tinggi karena bagaimanapun eksekusi hukuman mati tidak boleh didasarkan atas sikap ragu sedikitpun, semua proses harus sangat meyakinkan," ujar Taslim yg juga pengacara Jokowi - Jk saat persidangan sengketa hasil pilpres di mahkamah konstitusi tahun lalu.

Sementara itu Petrus Selestinus menyatakan penundaan ini merupakan momentum yang tepat untuk mengkaji ulang sistem hukum pidana kita yang sudah sangat kuno, dan terbelakang khususnya menyangkut pidana mati, karena pidana mati didasarkan atas hukum pidana warisan belanda yg sudah ketinggalan zaman beratus-ratus tahun lalu.

Menurut Petrus, Presiden Jokowi harus menjadi pintu terakhir, dalam menentukan keadilan rakyat, ketika proses hukum menemui kebuntuan dalam pidana mati.

Oleh karena itu untuk kasus-kasus dengan ancaman pidana mati Pengadilan sesungguhnya tidak boleh hanya mendasarkan pertimbangan hukum putusannya itu hanya pada hal-hal yang formalistik dengan bukti-bukti yang sangat minim, karena hal-hal yang akan muncul kemudian juga harus menjadi pertimbangan agar ketika Hakim menjatuhkan vonis, semua aspek harus sudah matang dan tepat.

Contohnya dalam kasus Merry Jane dimana disaat akan dieksekusi, baru muncul pelaku utama yang bisa bicara banyak tentang Merey Jane. Karena itu penundaan terhadap ekeskusi mati Marry Jane harus ditindaklanjuti dengan sebuah produk hukum yang memberikan kepastian hukum yang bersifat permanen kepada Merry Jane.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini