News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Hukuman Mati

Penundaan Eksekusi Mary Jane Tak Mengurangi Martabat Kedaulatan Indonesia

Penulis: Hasiolan Eko P Gultom
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Hermawi Taslim.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) dan Forum Advokat Pengawal Konstitusi (FAKSI) mengapresiasi keputusan Presiden Jokowi yang memerintahkan penundaan execusi pidana mati atas warga filipina Mary Jane.

Keputusan Pemerintah itu sangat bijasana, aspiratif dan mencerminkan sikap negarawan yang sangat menjunjung tinggi aspek rasa keadilan publik, sikap mayoritas negara luar yang tidak lagi memberlakukan hukuman mati.

"Ini sesuatu yang luar biasa," ungkap Kordinator TPDI, Petrus Selestinus dan Koordinator FAKSI Hermawi Taslim, Jakarta, Kamis (30/4/2015) dalam pernyataan bersama.

Sejak awal, Hermawi Taslim menjelaskan, perkara Mary Jane itu memang sarat kontroversi, pengadilan Indonesia kurang menggali sedalam-dalamnya tentang jaringan mafia human trafficking yang ada dibalik kasus Merry Jane.

Padahal, patut diduga, bahwa Mary adalah korban sindikat mafia perdagangan manusia. Dugaan ini semakin dikuatkan dengan adanya pengakuan dan penyerahan diri anggota sindikat Maria Krisrtina Sergio di Kepolisian Metro - Manila awal pekan ini.

“Penundaan eksekusi ini sama sekali tidak mengurangi kehormatan dan martabat bangsa kita sebagai bangsa yang berdaulat, justru sebaliknya menunjukan kehati-hatian yang ekstra tinggi karena bagaimanapun eksekusi hukuman mati tidak boleh didasarkan pada sikap ragu sedikitpun dan semua proses harus sangat meyakinkan baik bagi publik maupun bagi terpidana dan keluarganya,” ujar Taslim yang juga pengacara Jokowi-Jk pada saat persidangan sengketa hasil Pilpres di Mahkamah Konstitusi tahun 2014.

Sementara itu Petrus Selestinus menyatakan penundaan ini merupakan momentum yang tepat untuk mengaji ulang sistem hukum pidana Indonesia yang sudah sangat kuno, dan terbelakang khususnya menyangkut pidana mati, karena pidana mati didasarkan atas hukum pidana warisan belanda yang sudah ketinggalan zaman beratus-ratus tahun lalu.

“Karena itu sambil menunggu perubahan KUHP dan KUHAP ke arah yang lebih baik, maka Presiden Jokowi harus menempatkan Lembaga Presiden menjadi pintu terakhir, dalam menentukan keadilan untuk rakyat, ketika proses hukum menemui jalan buntu, termasuk kebuntuan dalam pidana mati. Sebagai konsekuensinya, kasus-kasus dengan ancaman pidana mati pengadilan sesungguhnya tidak hanya didasarkan pada pertimbangan hukum putusannya itu atau hanya pada hal-hal yang formalistik dengan bukti-bukti yang sangat minim,” jelas Petrus Selestinus.

Diterangkan lebih lanjut oleh Petrus, hal-hal yang akan muncul kemudian juga harus menjadi pertimbangan agar ketika kakim menjatuhkan vonis, semua aspek harus sudah matang dan tepat.

Contohnya dalam kasus Mary Jane di mana disaat akan dieksekusi, baru muncul pelaku utama yang bisa bicara banyak tentang Mary Jane.

Karena itu penundaan terhadap ekeskusi mati Marry Jane harus ditindaklanjuti dengan sebuah produk hukum yang memberikan kepastian hukum yang bersifat permanen kepada Mary Jane.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini