TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Bos PT Sentul City Kwee Cahyadi Kumala atau Swie Teng dituntut hukuman pidana penjara selama 6,5 tahun oleh Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Swie Teng juga dituntut membayar denda Rp 500 juta subsidair 5 bulan kurungan penjara.
JPU pada KPK berkesimpulan bahwa Swie Teng telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi.
Hal itu sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, pada dakwaan kesatu.
"Majelis Hakim menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Kwee Cahyadi Kumala 6 tahun 6 bulan, ditambah denda sebesar Rp 500 juta subsidair 5 bulan," kata Jaksa KPK, Surya Nelly saat membacakan amar tuntutannya, di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (13/5/2015).
JPU pada KPK menilai, Cahyadi terbukti menyuap Bupati Bogor saat itu Rachmat Yasin sebesar Rp 5 miliar dan menghalangi perkara penyidikan di KPK. Untuk perkara suap, dijelaskan Jaksa, Cahyadi menyuap Rachmat Yasin dengan total Rp 5 miliar melalui FX Yohan Yap.
"Uang diberikan dengan tujuan agar Rachmat Yasin selaku Bupati Bogor menerbitkan surat rekomendasi tukar menukar kawasan hutan atas nama PT BJA ke Menteri Kehutanan," ucap Jaksa.
Karena perusahaannya ingin menindaklanjuti rencana pengembangan kota mandiri BJA, Cahyadi memang membutuhkan surat rekomendasi. Keinginan soal pengembangan bisnis properti ini sehingga membutuhkan percepatan penerbitan rekomendasi.
Menurut Jaksa, permintaan itu disampaikan Swie Teng ke Rachmat Yasin pada Januari 2014.
"Pemberian uang sejumlah Rp 5 miliar dari terdakwa melalui FX Yohan Yap untuk diberikan ke Rachmat Yasin, mempunyai maksud supaya Rachmat Yasin menerbitkan surat Nomor: 522/624/ tanggal 29 April 2014 perihal rekomendasi tukar menukar kawasan hutan," ujar Jaksa Andry Prihandono.
Terkait upaya menghalangi penyidikan KPK, Jaksa KPK menyebut Cahyadi menggunakan sejumlah cara. Diantaranya dengan memerintahkan sejumlah orang untuk memutus mata rantai keterlibatan dirinya karena kasus suap Rachmat Yasin setelah F X Yohan Yap ditangkap KPK.
Menurut Jaksa, Cahyadi untuk memutus keterlibatannya memerintahkan sejumlah orang untuk memindahkan dokumen berkaitan dengan proses pengurusan rekomendasi tukar
menukar kawasan hutan atas nama PT BJA.
Selain itu, pengarahan terhadap anak buah Swie Teng yang akan bersaksi di KPK untuk
'melimpahkan' perbuatan pidana suap kepada Haryadi Kumala dengan menyebut uang yang digunakan sebagai suap merupakan sepengetahuan Haryadi sebagai pemilik PT Brilliant Perdana Sakti (BPS).
Jaksa berkesimpulan terdakwa Cahyadi telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tipikor dan bersama-sama melakukan tipikor sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 5 ayat 1 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke 1 kuhp pada dakwaan kedua pertama.
Dalam menjatuhkan tuntutan, Jaksa mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan meringankan. Untuk hal yang memberatkan, perbuatan terdakwa Swie Teng dinilai tidak mendukung program pemerintah dalam rangka pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi.
"Terdakwa bersikap sopan selama persidangan, terdakwa belum pernah dihukum," ujar Jaksa.