TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi XI DPR RI, Mukhamad Misbakhun berpandangan, manajemen protokol krisis yang memiliki payung hukum yang jelas dan tegas menjadi keniscayaan di tengah tantangan sektor keuangan yang semakin dinamis.
"Bangunan sistem keuangan akan lebih memiliki kesiapan dalam merespons segala ancaman pada sektor keuangan, sehingga tidak lagi berimbas pada kepentingan bangsa yang lebih besar," ujar Misbakhun di Gedung DPR RI, Selasa (9/6/2015).
Ia mengatakan, protokol krisis harus memiliki landasan hukum yang kuat. Menurutnya, penolakan DPR terhadap Perppu JPSK disebabkan perbedaan visi antara pemerintah dan DPR tentang definisi kegentingan dalam sektor keuangan dan perbankan.
"DPR belum melihat urgensi kebutuhan Perppu tersebut, yang justru terkesan untuk meloloskan kebijakan dana talangan bagi Bank Century yang dipandang sebagai bank gagal dan ditengarai berdampak sistemik," ujarnya.
Menurutnya, kehadiran UU JPSK akan merinci bagian-bagian penting yang menjadi celah hukum yang selama ini diperdebatkan, khususnya terkait langkah-langkah dalam penanganan krisis agar tidak menimbulkan permasalahan hukum baru.
Menurutnya, peran lembaga-lembaga otoritas keuangan dalam menjawab persoalan krisis belum memiliki demarkasi yang jelas dan tegas. Meski pengalaman kasus Bank Century telah melahirkan lembaga Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sesuai amanat UU 21 Tahun 2011.
"Namun, OJK masih terfokus pada kinerja yang terkait dengan kelembagaannya sendiri," katanya.
Ditegaskannya, keberadaan UU JPSK tidak hanya akan memperkuat landasan hukum, tetapi juga memperjelas kegiatan surveillance indikator, penetapan status, respons kebijakan maupun organisasi dan proses pengambilan keputusan.
"UU JPSK akan menjamin terjaganya stabilitas sistem keuangan agar dapat berfungsi normal dan memiliki kontribusi positif terhadap pembangunan ekonomi yang berkesinambungan," ujar politisi Golkar ini.
Misbakhun: Diperlukan Protokol Krisis Keuangan
Baca Selanjutnya:
Warga Bojonegoro Tewas Setelah Konsumsi Belalang Setan, Tiga Lainnya Sempat Kritis
Editor: Dewi Agustina
AA
Text Sizes
Medium
Large
Larger