TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Joko Widodo harus menunjuk kandidat terbaik untuk menggantikan Jenderal TNI Moeldoko sebagai Panglima TNI.
Wakil Presiden RI, Jusuf Kalla mengingatkan bahwa tidak ada peraturan yang mengharuskan Presiden harus menunjuk sang kandidat dari matra tertentu.
"Undang-undang (nomor 34 tahun 2004) hanya mengatakan pernah kepala staf angkatan dan bintang empat, itu saja," kata Wakil Presiden RI, Jusuf Kalla kepada wartawan usai menghadiri Rapat Kordinasi Nasional (Rakornas) Kepegawaian, di Sahid Jaya Hotel, Jakarta Pusat, Rabu (10/6/2015).
Presiden akhirnya memilih Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD), Jendral TNI, Gatot Nurmantyo. Padahal Panglima TNI sebelumnya juga berasal dari Angkatan Darat, dan tradisi yang sudah berlangsung selama belasan tahun, pengganti Moeldoko seharusnya berasal dari Angkatan Udara (AU).
Jusuf Kalla juga menyangkal bila berdasarkan tradisi saat ini jabatan Panglima TNI harus diserahkan ke Angkatan Udara (AU). Kata dia pemerintah sama sekali tidak mendobrak tradisi, melainkan hanya berpegang pada undang-undang, untuk menunjuk kandidat terbaik.
"Inikan masalah orang kan, masalah pilihan orang, tentu sesuai dengan undang-undang saja, sesuai aturan saja," katanya.
Pemilihan nama Gatot kata dia sudah diputuskan melalui proses yang matang. Ia memastikan bahwa Presiden sudah memikirkan baik-baik pilihannya, dan akhirnya menunjuk kandidat terbaik, dari kandidat lainnya.
"Tentu semua pilihan baik, tapi kita cari yang terbaik," ujarnya.