TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - The Indonesian Human Rights Monitor (Imparsial) menilai pengajuan Sutiyoso sebagai Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) oleh presiden Joko Widodo sangat bernuansa politis dan cendereng transaksional.
Dipilihnya Sutiyoso tidak didasarkan atas penilaian objektif.
"Pengajuan Sutiyoso juga telah mengabaikan penilaian dan pandangan publik," ujar Direktur Eksekutif Imparsial, Pengky Indarti, di kantornya, Tebet, Jakarta, Kamis (11/6/2015).
Pengky menilai pengajuan Sutiyoso hanya sebagai ajang bagi-bagi kekuasaan. Mantan Pangdam Jaya tersebut kini merupakan Ketuai Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI)., yang pada pemilihan Presiden tahun lalu.
"Ini hanya ajang bagi-bagi kue kekuasaan, ketua partai politik pendukung pemerintah yang belum mendaptlan jatah, partai yang lainnya kan sudah, tinggal PKPI, makanya Sutiyoso yang dipilih," katanya.
Meski pemilihan Kepala BIN merupkan hak preogatif presiden, namun sebaiknya presiden Jokowi memerhatikan penilain publik.
Kepala BIN tidak hanya dilihat berdasarkan kemampuan dan kompetensinya saja melainkan juga komitmennya terhadap Hak Asasi Manusia dan pemberantasan korupsi.
"Ini kan untuk kebaikan lembaga BIN juga, yang selalu dikaitkan dengan pelanggaran HAM," katanya.