TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Biasanya anggota DPR diperiksa lembaga penegak hukum seperti Polri atau Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait kasus pidana.
Kali ini, Majelis Kehormatan DPR (MKD) yang memeriksa Kapolda Sulawesi Tenggara Brigadir Jenderal Polisi Arkian Lubis, hingga Kapolri, Jenderal Pol Badrodin Haiti.
Untuk sementara, pihak MKD dipimpin oleh Surahman Hidayat memintai keterangan Kapolda Sutra di ruang sidang MKD, Gedung DPR, Jakarta, Senin (15/6/2015) sejak pukul 14.00 WIB hingga pukul 15.00 WIB. Adapun pemeriksaan terhadap Kapolri masih dikoordinasikan.
Beberapa petugas kepolisian dari Polda Sultra menunggu di ruang tunggu MKD DPR.
"Kami mintai keterangan, penjelasan Kapolda, Kapolri dan direktur-direktur terkait," ujar Wakil Ketua MKD DPR, Junimart Girsang di depan ruang sidang MKD DPR.
Usai dimintai keterangan pihak MKD DPR, Brigjen Arkian Lubis menolak memberikan penjelasan perihal pemeriksaannya. "Oh..jangan saya lah. Tanya ke pihak sana saja," ujarnya singkat.
Sebelumnya, mantan Kapuspenkum Kejaksaan Agung RI, Soehandoyo melaporkan anggota DPR dari PDI Perjuangan, Henry Yosodiningrat ke MKD DPR atas dugaan pelanggaran kode etik Henry sebagai anggota DPR, yakni menggunakan kop surat lembaga DPR RI untuk kepentingan pribadi dan melakukan intervensi terhadap pihak kepolisian.
Kuasa hukum RJ Soehandoyo, Adi Warman menceritakan, kasus tersebut bermula dari terpilihnya Henry Yosodiningrat sebagai komisaris perusahaan tambang emas di Sultra, PT Panca Logam Makmur.
Awalnya susunan direksi dan komisaris PT Panca Logam Makmur adalah Tommy Jingga selaku direktur dan RJ Soehandoyo selaku komisaris, yang dipilih melalui rapat di hadapan notaris.
Namun seiring berjalannya waktu, Tommy Jingga selaku direktur terlibat kasus dan terbukti bersalah melakukan Tindak Pidana Penggelapan dalam jabatan bersama-sama dengan Manajer Keuangan, PT Panca Logam Makmur, Fahlawi Mudjur Saleh Wahid.
Berdasarkan Pasal 5 AD/ART PT Panca Logam Makmur, jika oleh suatu sebab semua jabatan anggota direksi kosong, maka untuk sementara waktu perusahaan diurus Dewan Komisaris, yang dalam hal ini adalah RJ Soehandoyo.
RJ Soehandoyo selaku komisaris pun segera menggelar Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) untuk memilih direksi definitif perusahaan.
Namun, dalam kesempatan itu para pemegang saham mayoritas tidak berkenan hadir sehingga RUPS pemilihan direksi definitif tidak kunjung terlaksana. Dugaan ketidakhadiran mereka karena takut adanya audit perusahaan.
Pada gilirannya, pemegang saham mayoritas justru melakukan RUPS melakukan pergantian pengurus perusahaan secara sepihak dan berulang kali hingga akhirnya anggota DPR RI, Henry Yosodiningrat ditawari menjadi Komisaris Utama di PT Panca Logam Makmur dan diberikan saham 10 persen.
Penawaran menjadi komisaris itu diduga berkaitan dengan posisi Henry sebagai anggota DPR RI.
Perebutan posisi susunan direksi perusahaan tambang emas itu makin kompleks. Sebab, pemegang saham mayoritas juga melaporkan RJ Soehandoyo atas dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) tanpa dasar yang jelas.
Padahal, pihak Soehandoyo telah lebih dulu melaporkan dugaan TPPU tersebut ke Polda Sutra pada 2012 dan belum ada tindak lanjut laporan itu.
Hal itu berbeda karena laporan para pemegang saham langsung diproses.
Usut punya usut, pihak Soehandoyo mendapat laporan, jika Henry Yosodiningrat mengatasnamakan anggota DPR RI telah mendatangi pihak Polda Sultra. Diduga dia melakukan upaya mengintervensi pihak kepolisian.
Menurut Adi, tindakan Henry itu dapat dikualifikasikan melanggar kode etik anggota DPR Pasal 2 Ayat 1 yang mengatur, anggota Dewan dalam setiap tindakannya seharusnya mengutamakan kepentingan bangsa dan negara daripada kepentingan pribadi, seseorang dan golongan.
Selain itu, RJ Soehandoyo juga telah melaporkan Henry Yosodiningtat ke KPK atas dugaan gratifikasi dengan menerima 10 persen saham PT Panca Logam Makmur.
Hingga berita ini diturunkan, Tribun belum mendapatkan klarifikasi dari Henry Yosodingrat perihal dugaan pelanggaran kode etik DPR dan pidana korupsi tersebut.