TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Agung (MA) dinilai masih tebang pilih dalam menangani dugaan pelanggaran etika seorang hakim. Sebab bagi hakim yang memiliki jabatan struktural, maka apapun rekomendasi Komisi Yudisial tidak akan direspon.
Terbukti dengan kasus makan malam Hakim Agung, Timur Manurung bersama terdakwa korupsi Presiden Direktur PT Sentul City, Kwee Cahyadi Kumala. Bahkan, walau dugaan pelanggaran etikanya sedang ditangani Komisi Yudisial (KY), Ketua MA Hatta Ali 'tutup mata' dan justru mempromosikan Timur sebagai Ketua Kamar Militer.
"Biasanya (KY) tidak direspon dengan baik oleh MA khusus bagi mereka-mereka yang punya jabatan struktural, tapi yang gak punya (akan) direspon (MA). Lihat saja untuk kasus Timur Manurung, tidak ada pemeriksaan internal, MA pun tidak mengambil sikap yang tegas," kata Peneliti ICW bidang peradilan, Emerson Yuntho kepada wartawan, Selasa (16/6/2015).
Meski demikian KY diminta tak berkecil hati, apalagi sampai memberhentikan penyelidikannya mengenai dugaan pelanggaran etik tersebut. Bila terbukti melakukan pelanggaran etika, KY langsung saja merekomendasikan pembentukan Majelis Kehormatan Hakim. Sementara untuk Cahyadi Kumala sendiri bisa menjadi petunjuk hakim dalam menjatuhi hukuman yang pantas nantinya.
Pada perkara sendiri, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kwee Cahyadi yang juga merupakan Bos PT Bukit Jonggol Asri memang mengakui pernah mengadakan beberapa pertemuan di sebuah restoran dengan Timur Manurung.
Meski saat itu statusnya sudah tersangka KPK, tapi dia membantah pertemuan untuk membahas perkaranya.
Sementara Timur Manurung juga pernah diperiksa KPK terkait penyidikan Cahyadi. Namun diapun bersikap sama dengan cahyadi yang juga menjabat Presiden Komisaris PT Bukit Jonggol Asri tersebut, kalau pertemuan bukan untuk membahas perkara.
Adapun majelis hakim Pengadilan Tipikor berkata lain. Menurut majelis hakim, dari fakta-fakta persidangan terbukti Cahyadi Kumala menyuap Rachmat Yasin ketika menjabat sebagai bupati Bogor dengan memberikan uang Rp 5 miliar dan merintangi penyidikan Yohan Yap.
Atas perbuatannya, Cahyadi divonis hukuman penjara selama lima tahun dan denda Rp300 juta subsider tiga bulan kurungan. Tak hanya itu Cahyadi sebelumnya juga pernah diganjar sanksi oleh petugas Lapas KPK karena ketauan menyelundupkan ponsel ke dalam tahanan. Adapun skandal terakhir diduga melakukan pertemuan dengan hakim agung guna memuluskan perkaranya di level atas.
Karena itu, Emerson berharap Hatta Ali selaku pimpinan MA tidak tinggal diam atas malasah itu, dan dapat mengawasi lebih intens proses persidangan apabila perkaranya naik ke tingkat banding maupun kasasi.
Sehingga, MA bisa memberi jaminan menutup gerak yang berpotensi kembali diulanginya lagi oleh Cahyadi dalam memuluskan perkaranya di level atas peradilan.